- Filsafat Pendidikan Progresivisme
- Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia
- Power Point Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia
- Kritik Kampus (Mahasiswa yang Prokrastinasi)
- Pertanyaan Filsafat
- Individu, Masyarakat dan Negara
- Generasi Saat ini, Generasi Platinum
- Banten Jawara
- Asal-usul Serang
- Sosok Presiden yang Terlupakan
- Ontologis Gunung Santri
- Presiden RI dalam Mitos Notonegoro
- Presiden RI dalam Ramalan Satrio Piningit Ronggowarsito
- Kesalahan Moral
- Kebebasan yang Sebenarnya
- Filsafat Membingungkan?
- Kerjakan, Pasti Anda Merasakan
- Kebenaran dari Pikiran yang Salah
- Jika Diam Itu Emas, Justru Berfikir Adalah Seni
- Asal Usul Angka 13 dianggap Angka Sial
- Apa Semua Harus Tepat, Jelas, dan Terukur?
- Ketika Terbangun dari Tidur
- Antara Percaya Diri dan Tak Tahu Diri
- Memimpin Ibarat Menanam Pohon
- Banyak Anak Banyak Rezeki?
- Makna Kegagalan
- Antara Ilmu dan Iman
- Ketika Sila Ke 5 Menghilang dari Negara Ini
- Antara Idealisme dan Realistis
- Menyerah Lebih Baik Daripada Mati
- Berguru pada Pohon Pisang
- Ingin Sukses? Mari Merantau
- Belajarlah dari Padi
- Filosofi dari Sebuah Pohon
- Neo-positivisme dalam Pendidikan
- 10 Filosofi Jawa
- Pragmatisme
- Radikalisme
- Idealisme
- Banten Mayoritas Islam
- Filosofi Angka 20
- Materialisme
- Filosofi Air
- Fenomena Ziarah Kubur di Banten
- Dualisme
- Eksistensialisme
- Filsafat Abad Modern
- Filosofi Bunga Teratai
- Abad Modern
- Dikotomi Pendidikan
- Filsafat Hidup
- Rahasia dan Filosofi Angka 0
- Filsafat Manusia
- Belajar dari Sapu Lidi
- Filsafat Keluarga
- Filosofi Tumbuhan Putri Malu
- Lahir dan Runtuhnya Waktu
- Kebenaran Proposisi
- Asal-usul Nama Banten
- Belajar dari Filosofi Semut
- Albert Einstein
- Hubungan antara Ilmu dan Etika
- Ulama Islam Bernafaskan Jawa
- Filsafat Pengembangan Kurikulum 2013
- Fungsi Kacamata Bagi Manusia
- Benarkah Filsafat Musuh Agama?
- Manusia dan Dunianya
- Filsafat Mengenai Pakar Tentang Mimpi
- Hubungan Otak dan Hati
- Manusia dan Sesamanya
- Hubungan Filsafat dengan Ilmu-ilmu Lain
- Asal-usul Suku Jawa
- Sejarah Pantai Sawarna Banten
- Moralitas
- Ciri-ciri Seseorang Berfilsafat
- Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
- Ulama Islam di Jawa
- Ziarah dan Sekilass Sejarah Banten Girang
- Tiga Kebenaran Filsafat
- Objek Filsafat
- Matematika Adalah Sembarang dan Relatif.html
- Filsafat di Tengah Hidup Nomaden
- Filsafat Matematika dan Hakekatnya
- Filsafat Bagi Manusia
- Definisi Filsafat Bahasa
- Kematian Berdampak Masalah
- Empat Program Filsafat untuk Anak
- Esensial Mengenai Pandangan Filsafat
- Filsafat dengan Eksistensinya
- Filsafat Hermeneutik
- Filsafat Mengenai Hidup
- Indikator Keluarga Sejahtera
- Karakteristik Filsafat
- Kebenaran Sintaksis
- Kedudukan Akal dalam Pengembangan
- Kebenaran dalam Apapun yang Kita Ketahui
- Pendidikan di Indonesia Terapkan Dasar Filsafat
- Persamaan Filsafat dan Ilmu
- Problem Mengenai Filsafat
- Filsafat dan Macam-macam Masalahnya
- Waktu Sebagai Pencerita Besar
- Keluarga Sejahtera dapat Diukur dengan Apa?
Jumat, 13 Januari 2017
[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Kamis, 12 Januari 2017
Keluarga Sejahtera Dapat di Ukur Dengan Apa?
Untuk
mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu mensejahterakan rakyatnya,
maka pemerintah menetapkan undang-undang sebagai pedoman :
a. Keputusan Presiden RI Nomor 8
TAhun 1970, dibentuk BKKBN untuk mencapai NKKBS.
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1982,
menetapkan gerakan KB menjadi gerakan pembangunan keluarga sejahtera.
c. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12
Tahun1992, Tujuan pembangunan keluarga sejahtera adalan untuk mengembangkan
kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram dan harapan masa depan yang
lebih baik dalam mewujudkan kesehjahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan keluarga sejahtera :
a. Keluarga sejahtera adalah keluarga
yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang sama dan seimbang antara anggota dengan masyarakat dan
lingkungannya.
b. Keluarga Berencana adalah upaya
peningkatan kepedulian peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
c. Kualitas keluarga adalah kondisi
keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan ekonomi, sosial budaya,
kemandirian keluarga dan mental spiritual nilai-nilai agama yang merupakan
dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
Tahapan Keluarga Sejahtera.
Untuk
mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteaannya dikembangkan 23 indikator
operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga,
kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan. Adapun rinciannya sebagai
berikut :
1. Keluarga Pra Sejahtera.
Keluarga-keluarga yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran,
agama, pangan, sandang dan kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera Tahap I.
Keluarga-keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial psikologis seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga
berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal
dan transportasi.
3. Keluarga Sejahtera Tahap II.
Keluarga-keluarga yang disamping
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan
secara psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
perkembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4. Keluarga Sejahtera Tahap III.
Keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan secara
psikologisnya dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan
sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat lingkungannya.
5. Keluarga Sejahtera Tahap IV.
Keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis,
maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan
nyata dan berkelanjutan bagi masyrakat lingkungannya.
Waktu Sebagai Pencerita Besar
Apakah gunanya waktu? Anda mungkin tergoda
membayangkan kalau perbedaan antara ruang dan waktu hampir lenyap dan kalau
arena peristiwa sesungguhnya dalam alam semesta relativistik adalah balok empat
dimensi raksasa. Relativitas muncul untuk meruangkan waktu : mengubahnya
menjadi semata satu arah dalam balok tersebut. Ruang-waktu seperti potongan
roti yang dapat anda iris dengan berbagai cara, dan menyebutnya “ruang” atau
“waktu” hampir semau kita.
Namun bahkan dalam relativitas umum, waktu
mempertahankan fungsi yang berbeda dan penting: yaitu, kalau membedakan secara
lokal antara arah “serupa waktu” dan “serupa ruang”. Peristiwa yang berhubungan
dengan serupa-waktu tidak berhubungan secara sebab akibat. Tidak ada benda atau
sinyal dapat mencapai satu sama lainnya. Secara matematis, sebuah tanda negatif
semata membedakan kedua arah, namun tanda negatif ini memiliki pengaruh yang
besar.
Para
pengamat tidak setuju mengenai urutan peristiwa mirip-ruang, namun mereka semua
setuju pada urutan peristiwa mirip-waktu. Bila satu pengamat merasakan kalau
sebuah peristiwa dapat menyebabkan peristiwa lainnya, semua pengamat juga
dapat.
Dalam
esai saya sendiri untuk kontes FQXi dua tahun lalu, Saya menjelahi apa makna
tampilan waktu ini. Bayangkan mengiris ruang-waktu dari masa lalu ke masa
depan; tiap irisan adalah totalitas ruang 3-D pada satu saat dalam waktu.
Jumlah semua irisan peristiwa terkait serupa-ruang ini adalah ruang-waktu 4-D.
Sebaliknya,
bayangkan melihat dunia dari samping dan mengirisnya. Dari sudut pandang ini,
tiap irisan 3-D adalah amalgam peristiwa yang aneh yang terkait serupa-ruang
(dalam hanya dua dimensi) dan serupa-waktu. Dua metode mengiris ini seperti
mengiris sebuah roti baik secara vertikal ataupun horizontal.
Metode
pertama umum dipahami ahli fisika, dan juga para penggemar film. Frame dari
sebuah film mewakili irisan ruang-waktu: ia menunjukkan ruang pada saat-saat
waktu yang berurutan. Seperti penggemar film yang serentak membayangkan plot
dan meramalkan apa yang akan terjadi, ahli fisika dapat mengambil sebuah irisan
ruang lengkap dan membangun apa yang akan terjadi di irisan ruang lainnya,
hanya dengan menerapkan hukum fisika.
Metode
pengirisan kedua tidak memiliki analogi yang sederhana. Ia berhubungan dengan
memotong ruang-waktu bukan dari masa lalu ke masa depan, namun dari timur ke
barat. Sebagai contoh irisan demikian mungkin adalah tembok utara rumah anda
ditambah dengan apa yang akan terjadi pada tembok tersebut di masa depan. Dari
irisan ini, anda menerapkan hukum fisika untuk membangun sisa rumah anda (dan
alam semesta). Bila kedengarannya aneh, ini benar. Tidak segera jelas apakah
hukum fisika memungkinkan ini. Namun seperti yang dikatakan matematikawan Walter
Craig dari universitas McMaster dan filsuf Steven Weinstein dari universitas
Waterloo telah tunjukkan, anda dapat, paling tidak, melakukannya dalam beberapa
situasi sederhana.
Walaupun
kedua metode mengiris mungkin dilakukan secara prinsip, keduanya sangat
berbeda. Dalam irisan normal, masa lalu ke masa depan, data yang anda perlukan
di irisan mudah didapatkan. Misalnya, anda mengukur kecepatan semua partikel.
Kecepatan sebuah partikel di satu lokasi independen dari kecepatan partikel di
tempat lain, membuatnya dapat diukur secara langsung,. Namun dalam metode
kedua, sifat partikel tidaklah independen; ia terbentuk dalam cara yang sangat
spesifik, atau irisan lain tidak akan cukup membangun yang lain. Anda harus
melakukan pengukuran yang sangat sulit pada kelompok partikel untuk
mengumpulkan data yang anda perlukan. Lebih parah lagi, hanya dalam kasus
khusus, seperti yang ditemukan Craig dan Weinstein, pengukuran ini memungkinkan
anda membangun ruang-waktu yang lengkap.
Secara
sangat teliti, waktu adalah arah dalam ruang-waktu dimana prediksi yang baik
mungkin dilakukan arah dimana kita dapat mencerikana kisah yang paling
informatif. Narasi alam semesta tidak membuka dalam ruang. Ia membuka dalam
waktu.
Filsafat dan Macam-macam Masalahnya
Apakah gunanya waktu? Anda mungkin tergoda
membayangkan kalau perbedaan antara ruang dan waktu hampir lenyap dan kalau
arena peristiwa sesungguhnya dalam alam semesta relativistik adalah balok empat
dimensi raksasa. Relativitas muncul untuk meruangkan waktu : mengubahnya
menjadi semata satu arah dalam balok tersebut. Ruang-waktu seperti potongan
roti yang dapat anda iris dengan berbagai cara, dan menyebutnya “ruang” atau
“waktu” hampir semau kita.
Namun bahkan dalam relativitas umum, waktu
mempertahankan fungsi yang berbeda dan penting: yaitu, kalau membedakan secara
lokal antara arah “serupa waktu” dan “serupa ruang”. Peristiwa yang berhubungan
dengan serupa-waktu tidak berhubungan secara sebab akibat. Tidak ada benda atau
sinyal dapat mencapai satu sama lainnya. Secara matematis, sebuah tanda negatif
semata membedakan kedua arah, namun tanda negatif ini memiliki pengaruh yang
besar.
Para
pengamat tidak setuju mengenai urutan peristiwa mirip-ruang, namun mereka semua
setuju pada urutan peristiwa mirip-waktu. Bila satu pengamat merasakan kalau
sebuah peristiwa dapat menyebabkan peristiwa lainnya, semua pengamat juga
dapat.
Dalam
esai saya sendiri untuk kontes FQXi dua tahun lalu, Saya menjelahi apa makna
tampilan waktu ini. Bayangkan mengiris ruang-waktu dari masa lalu ke masa
depan; tiap irisan adalah totalitas ruang 3-D pada satu saat dalam waktu.
Jumlah semua irisan peristiwa terkait serupa-ruang ini adalah ruang-waktu 4-D.
Sebaliknya,
bayangkan melihat dunia dari samping dan mengirisnya. Dari sudut pandang ini,
tiap irisan 3-D adalah amalgam peristiwa yang aneh yang terkait serupa-ruang
(dalam hanya dua dimensi) dan serupa-waktu. Dua metode mengiris ini seperti
mengiris sebuah roti baik secara vertikal ataupun horizontal.
Metode
pertama umum dipahami ahli fisika, dan juga para penggemar film. Frame dari
sebuah film mewakili irisan ruang-waktu: ia menunjukkan ruang pada saat-saat
waktu yang berurutan. Seperti penggemar film yang serentak membayangkan plot
dan meramalkan apa yang akan terjadi, ahli fisika dapat mengambil sebuah irisan
ruang lengkap dan membangun apa yang akan terjadi di irisan ruang lainnya,
hanya dengan menerapkan hukum fisika.
Metode
pengirisan kedua tidak memiliki analogi yang sederhana. Ia berhubungan dengan
memotong ruang-waktu bukan dari masa lalu ke masa depan, namun dari timur ke
barat. Sebagai contoh irisan demikian mungkin adalah tembok utara rumah anda
ditambah dengan apa yang akan terjadi pada tembok tersebut di masa depan. Dari
irisan ini, anda menerapkan hukum fisika untuk membangun sisa rumah anda (dan
alam semesta). Bila kedengarannya aneh, ini benar. Tidak segera jelas apakah
hukum fisika memungkinkan ini. Namun seperti yang dikatakan matematikawan Walter
Craig dari universitas McMaster dan filsuf Steven Weinstein dari universitas
Waterloo telah tunjukkan, anda dapat, paling tidak, melakukannya dalam beberapa
situasi sederhana.
Walaupun
kedua metode mengiris mungkin dilakukan secara prinsip, keduanya sangat
berbeda. Dalam irisan normal, masa lalu ke masa depan, data yang anda perlukan
di irisan mudah didapatkan. Misalnya, anda mengukur kecepatan semua partikel.
Kecepatan sebuah partikel di satu lokasi independen dari kecepatan partikel di
tempat lain, membuatnya dapat diukur secara langsung,. Namun dalam metode
kedua, sifat partikel tidaklah independen; ia terbentuk dalam cara yang sangat
spesifik, atau irisan lain tidak akan cukup membangun yang lain. Anda harus
melakukan pengukuran yang sangat sulit pada kelompok partikel untuk
mengumpulkan data yang anda perlukan. Lebih parah lagi, hanya dalam kasus
khusus, seperti yang ditemukan Craig dan Weinstein, pengukuran ini memungkinkan
anda membangun ruang-waktu yang lengkap.
Secara
sangat teliti, waktu adalah arah dalam ruang-waktu dimana prediksi yang baik
mungkin dilakukan arah dimana kita dapat mencerikana kisah yang paling
informatif. Narasi alam semesta tidak membuka dalam ruang. Ia membuka dalam
waktu.
Problem Mengenai Filsafat
Ada
enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan
jawaban secara radikal, diaman tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari
filsafat yaitu ada:
1. Ada
Perosalan
tentang ada menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana salah satu cabang
filsafat metafisika sendiri mencangkup persoalan ontology, kosmologi
(perkembangan alam semesta) dan antipologi (perkembangan social manusia).
Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kasian tersendiri.
2. Pengetahuan
Persoalan
tentang pengetahuan (knowledge) menghasilkan cabang filsafat epistemology
(filsafat pengetahuan). Istilah epistemology sendiri berasal dari kata episteme
dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi
epistemology merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaju secara mendalam
dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur motode dan validitas
pengetahuan.
3. Metode
Persoalan
tentang metode menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian/ telaah dan
penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan
percobaan yang sistematis yang menuntun suatu enelitian dan kajian ilmiah’ atau
sebagai penyusun ilmu-ilmu.
4. Penyimpulan
Logika
(logis) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar.
Dimana berpikir adalah kegiatan atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat
dibagi menjadi 2, yaitu ilmu dan logika kodratih. Logika bisa menjadi suatu upaya
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seprti: Adakah metode yang dapat digunakan
untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud dengan pendapat yang
benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah?
Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang
penyimpulan.
5. Moralitas
Moralitas
menghasilkan cabang filsafat etika (ethics). Etika sebagai salah satu cabang
filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.
6. Keindahan
Estetika
adalah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindah.
Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih
jauhnya lagi mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa
serta norma-norma nilai dalam seni.
Perbedaan dan Persamaan Antara Filsafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah
sebagai berikut :
- Keduanya
mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya
sampai ke akar-akarnya.
- Keduanya
memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-kejadian yang
kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
- Keduanya
hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
- Keduanya
mempunyai metode dan sistem.
Keduanya
hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul dari hasrat
manusia, akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Adapun perbedaan filsafat dan ilmu
adalah sebagai berikut :
- Objek
material filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat
khusus dan empiris.
- Objek
formal filsafat bersifat nonfragmentaris, sedangkan objek formal ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik, dan intensif.
- Filsafat
dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi,
kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan
trial and error.
- Filsafat
memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif yaitu menguraikan
secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
- Filsafat
memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar,
sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat
dan sekunder.
Pendidikan di Indonesia Terapkan Dasar Filsafat
Pendidikan di Indonesia jelas perlu
untuk dikembangkan terus menerus. Program filsafat untuk anak adalah salah satu
usaha yang perlu dilakukan, guna mewujudkan tujuan tersebut. Program ini
amatlah penting, karena filsafat tidak hanya memberikan pengetahuan baru,
tetapi juga mengajak orang untuk berpikir tentang hidupnya secara lebih
mendalam. Pendek kata, filsafat adalah bagian penting dari pendidikan hidup
(Lebensbildung) setiap orang. Dengan kemampuan bernalar kritis serta reflektif,
filsafat membentuk cara berpikir, dan mengajarkan orang untuk membuat keputusan
dengan berpijak pada pertimbangan-pertimbangan yang tepat. Hal ini tentu amat
dibutuhkan oleh setiap orang. Namun, kemampuan ini tidak datang begitu saja,
melainkan harus dilatih secara berulang-ulang di dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, idealnya, kemampuan ini harus dilatih secara usia dini.
Disinilah arti terpenting dari
program filsafat untuk anak untuk konteks Indonesia. Peran guru, orang tua,
pemerintah dan masyarakat luas juga amatlah besar, yakni sebagai “fasilitator
filosofis”, guna membantu anak berpikir secara mandiri dan kritis. Pada tingkat
yang lebih luas, program filsafat untuk anak juga bisa berperan amat besar
untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia di Indonesia. Ini amatlah penting
untuk menunjang kemajuan bangsa. Namun, program filsafat untuk tidak boleh
jatuh pada birokratisasi yang justru membunuh roh kritis dari filsafat itu
sendiri. Ia juga harus memberikan ruang yang memadai untuk berdialog dengan
kultur setempat yang sebelumnya sudah ada di Indonesia.
Kebenaran dalam Apapun yang Kita Ketahui
Telah diaktakan bahwa manusia bukan
tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu kebenaran. Ia ingin memiliki
pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan
obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya.
Inilag kebenaran obyektif, seperti dikatakan Poedjawijatna. Pengetahuan yang
benar adalah pengetahuan yang obyektif.
Contohnya, saya mengatakan bahwa di
luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang saya katakana memang
sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu, hujan sedang
turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi itu
tidak benar.
Kedudukan Akal dalam Pengembangan Pemikiran Manusia
Manusia adalah ciptaan Allah yang
paling baik dan memiliki derajat tinggi seperti diutarakan dalam Quran surat
Al-tiin ayat 4 salah satu kelebihan yang dimiliki oleh manusia dibandingkan
dengan mahluk lainnya karena manusia diberi akal. Dengan akal inilah anda manpu
memperkenalkan nama-nama kepada mahluk lainnya, dengan akal pula manusia mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Allah SWT memerintahkan kepada
manusia untuk menggunakan akalnya dan mencemooh manusia yang tidak memakai
akalnya artinya manusia diperintahkan untuk menggunakan akalnya untuk memahami
ajaran agama dan tidak boleh taqlid begitu saja ketika menerima ajaran agama
islam.
Manusia harus menggunakan akal dengan
sebaik-baiknya menunjukan bahwa ajaran islam adalah ajaran yang memberi
kedudukan yang tinggi terhadap penggunaan akal dengan dorongan AL-Quran dan hadist.
Harunasution mengatakan bahwa akal dalam pengertian islam adalah suatu daya
berpikir dalam jiwa manusia sebagaimana di gambarkan dalam Al-Quran yang
memperoleh pengetahuan dengan memerhatikan alam sekitar.
Kemampuan berpikir manusia itu harus
di kembangkan dan di fungsikan dalam mengarungi kehidupan manusia yang semakin
komplek dan penuh tantangan. Manusia di tuntut terus menerus untuk menentukan
inovasi dan kreasi dalam berbagai bidang kehidupan, jika akal manusia yang di
berikan oleh Allah tidak di fungsikan untuk berpikir, maka kehidupan manusia
akan mengalami kesulitan-kesulitan maka akan menghadapi kematian.Manusia tidak
hanya bangga memiliki akal, tetapi yang paling penting adalah manusia mampu
menggunakan akal dengan sebaik-baiknya yakni berpikir secara maksimal.
Al-Quran ketika menyebut kata akal
atau sejenisnya tidak dalam bentuk kata benda, melainkan dalam bentuk kata
kerja yatafakaruuuna, dsb. Semua ini menunjukan bahwa posisi akal yang ada pada
manusia akan mendapatkan penghargaan dan pemanfaatan manakala di fungsikan
dalam pengembangan kreaktifitas dalam kemaslahatan diri, kelompok, dan
masyarakat. Untuk itulah akal menjadi alat utama bagi manusia dalam
menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk dalam pengembangan
filsafat dakwah.
Kebenaran Sintaksis
Para penganut teori kebenaran
sintaksis, berpangkal pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai
oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu
pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan
sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti
syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi tidak mempunyai
arti.
Teori di atas berkembang di antara
filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian
gramatika. Misalnya suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika
kalimat tidak ada subjek maka kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan
kalimat. Seperti ‘semua korupsi’, ini bukan kalimat standar karena tidak ada
subjeknya.
Karakteristik Filsafat
Dalam kehidupan kita sering mengalami
hal-hal yang tidak kita ketahui bahwa itu adalah proses berfilsafat. Seperti
mengalami beberapa pelajaran dalam kehidupan, peristiwa-peristiwa berupa
pengalaman, apapun yang terjadi dan kita alami dari dulu hingga sekarang, dan
kita tidak sadar bahwa itu merupakan salah satu proses berfilsafat. Setiap
manusia dapat melakukan filsafat, tidak ada larangan untuk melakukan proses
berfilsafat, karena pada dasarnya pemikiran manusia berbeda-beda. Namun ada
beberapa sikap yang kita alami pada saat melakukan pemikiran (proses
berfilsafat). Sikap-sikap yang dialami kita pada umumnya ternyata adalah
karakteristik filsafat. Berikut karakteristik filsafat yang terjadi sebagai
bentuk berfilsafat.
1. SKEPTIS
Skeptis adalah keraguan terhadap
suatu kebenaran sebelum mendapat argument yang kuat terhadap kebenaran
tersebut. Dikelompokkan :
-
Bersifat gradasi, dari ragu ke yakin.
-
Bersifat degradasi, dari yakin ke ragu.
-
Bersifat sophisme, terus menerus ragu.
Sikap gradasi diungkapkan oleh Rene
Decartes, filsuf Prancis cagitto ergo sum (saya berpikir maka saya ada).
2. KOMUNALISME
Hasil pemikiran filsafat dimiliki
masyarakat umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi, dan keyakinan. Misalnya
hasil pemikiran Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia, Afrika dsb.
3. DISENTERESTEDNESS
Yang berasal dari kata interest,
yaitu suatu kegiatan filsafat yang tidak diotivasi untuk suatu kepentingan
tertentu.
4. UNIVERSALISME
Filsafat bersifat umum, berarti
filsafat adalah hak seluruh umat manusia secara umum atau sifatnya
internasional. Semua umat manusia berhak mengadakan kajian filsafat
Dari beberapa karakteristik filsafat
diatas dapat kita ketahui bahwa setiap orang berpikir dan mengalami proses
berfilsafat. Berfilsafat tidak memandang ras, kelas, ekonomi dan keyakinan,
apapun tidak menjadi halangan dalam prose berfikir atau berfilsafat.
Sikap-sikap seperti universalisme juga membuktikan bahwa filsafat adalah hak
seluruh umat manusia dan tidak dibatasi kajian filsafat yang dilakukan.
Indikator Keluarga Sejahtera
Keluarga Pra Sejahtera.
a. Melaksanakan ibadah menurut agama
dan kepercayaan yang dianut masing-masing.
b. Makan dua kali sehari atau lebih.
c. Pakaian yang berbeda untuk
berbagai keperluan.
d. Rumah (sebagian besar lantai bukan
tanah).
e. Kesehatan (kalau anak sakit atau
PUS ingin ber KB dibawah kesarana/petugas kesehatan).
Keluarga Sejahtera I
Bila Keluarga sudah mampu
melaksanakan indikator pada keluarga pra sejahtera tetapi belum mampu untuk
melaksanakan indikator :
a Anggota keluarga belum mampu
melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama/kepercayaan yang dianut
masing-masing.
b. Makan daging/ikan/telur sebagai
lauk paling kurang sekali dalam seminggu.
c. Memperoleh pakaian baru dalam satu
tahun terakhir.
d. Luas lantai penghuni rumah 8
meter.
e. Anggota keluarga sehat dalam 3
bulan terakhir.
f. Paling kurang satu anggota
keluarga 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan yang tetap.
g. Bisa baca tulis latin bagi seluruh
anggota keluarga yang berumur 10 s.d 60 tahun.
h. Anak usia sekolah (7 s.d 10 tahun)
bersekolah.
Keluarga Sejahtera II.
Bila keluarga sudah mampu
melaksanakan indicator pada keluarga pra sejahtera tetapi belum mampu untuk
melaksanakan indikator sebagai berikut :
a. Upaya keluarga untuk meningkatkan
dan menambah pengetahuan agama.
b. Keluarga mempunyai tabungan.
c. Makan bersama paling kurang sekali
sehari.
d. Ikut serta dalam kegiatan
masyarakat.
e. Rekreasi bersama.
f. Memperoleh informasi dari TV,
Koran, dll.
g. Anggota keluarga mampu menggunakan
sarana trasportasi.
Pelaksanaan PembangunanKeluarga
Sejahtera.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21
tahun 1994, pasal 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan keluarga
sehajtera melalui pembangunan kualitas keluarga dan keluarga berencana yang
dilaksanakan secarah menyeluru dan terpadu oleh pemerintah dan masyaraka.
Tujuan yang ingin dicapai tentunya mewujudkan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera, bertakwa kepada tuhan yang maha esa, sehat, produktif dan memiliki
kemampuan untuk membangun disr sendir dan lingkungannya. Adapun pokok-pokok
kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut diantaranya :
a. Pembinaan Ketahanan Fisik
Keluarga.
b. Pembinaan Ketahanan Non Fisik
Keluarga.
c. Pelayanan Keluarga Berencana.
d. Pendapatan Keluarga.
Filsafat Mengenai Hidup
Seorang tokoh berdarah campuran
Prancis - Yahudi, kelahiran prancis, Hendri Bergson (1859-1941),
melahirkan filsafat hidupnya sebagai reaksi atas pandangan materialisme dan
parmatisme.Menurut Bergson, hidup adalah suatu tenaga ekplosif yang telah ada
sejak awal dunia, yang berkembang dengan melawan penahanan atau penentangan
materi (yaitu sesuatu yang lamban yang menentang gerak, dan dipandang oleh akal
sebagai materi atau benda). Manakala gerak perkembangan hidup itu digambarkan
sebagai gerak keatas, materi adalah gerak kebawah yang menahan gerak ke atas.
Dalam perkembangannya sebagai gerak ke atas, hidup mempunyai penahanan gerak ke
bawah. Hal ini mengakibatkan hidup terbagi-bagi menjadi arus yang menuju banyak
jurusan, yang sebagian ditundukkan oleh menteri, sedangkan sebagian lainnya
tetap memiliki cakapannya untuk berbuat scaraa bebas dan dengan terus berjuang
keluar dari genggaman menteri.
Bergson meyakini akan adanya evolusi,
tapi tidak seperti yang diajarkan Darwin. Evolusi yang mengga,barkan evolusi
sebagai perkembangan linear (segaris), yang satu sesudah yang lain dengan
manusia sebagai puncaknya. Menurut Bergson,evolusi adalah suatu perkembangan
yang mencetakkan, yang meliputi segala kesadaran, segala hidup, segala
kenyataan, yang dalam perkembangannya terus menerus menciptakan bentuk baru dan
menghasilkan kekayaan baru. Evolusi ini tidak terikat oleh keharusan seprti
keharusan yang tersirat dalam hokum sebab akibat mekanis. Evolusi- demikian
menurut- Bergson bukan bergerak ke satu arah dibawah dorongan satu semangat
hidup yang bersifat umum, tetapi evolusi itu berkembang ke arah bermacam-macam.
Filsafat Hermeneutik
Aliran utama filsafat ketiga pada
abad kedua puluh meminjam namanya, dengan alas an yang baik, mengingat sifat
mitologis ini. Sebgaiman tugas hermes ialah mengungkapkan makna tersembunyi
dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun berusaha memahami
persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau filsafat bahasa:
bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita menafsirkan
pesan-pesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar yang dalam
di kebudayaan barat. Bahkan, Aristoteles sendiri menulis buku berjudul peri
hermeneias (tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan dengan
pertanyaan-pertanyaan dasar logika daripada dengan persoalan yang saat ini kita
kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara
praktis obyektif menata prinsip-prinsip penafsiran semacam itu adalah
introduction to the correct interpretation of reasonable discourses and book
(1742), karya Johann Chladenius (1710-1759). Dengan menetapkan hermeneutika
sebagai seni pemorelahan pemahaman pembicaraan secara lengkap (entah ucapan
entah tulisan), ia mengsulkan tiga prinsip dasar yang harus selalu diikuti:
1. Pembaca harus menangkap gaya atau “genre” pembicara/penulis;
2. Aturan logika yang tak bisa berubah dari Aristotelian harus digunakan
untuk menagkap makna setiap kalimat;
3. “perspektif” atau “sudut pandang” pembicara/penulis harus ditanamkan di
dalam benak, terutama ketika membandingkan laporan yang berbeda tentang
peristiwa atau pandangan yang sama.
Filsafat Dengan Eksistensinya
Filsafat adalah ilmu yang berasal di
zaman Yunani Kuno, itu berarti filsafat adalah ilmu yang sudah lama lahir ke
dunia ini. Tetapi di zaman modern, ilmu ini masih sangat eksis diperbincangkan.
Filsafat adalah induk dari semua ilmu, yang telah melahirkan ilmu-ilmu khusus
seperti matematika, fisika, psikologi dan lain sebagainya. Walaupun ilmu-ilmu
khusus itu telah memisahkan diri dari induknya (filsafat), tetapi ternyata ia
tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru.
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan
yang kita pelajari sekarang ini sering nampak sukar, karena memang mengandung
pandangan-pandangan yang muluk-muluk yang dalam-dalam dan sukar mengerti. Akan
tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa filsafat itu lalu tidak ada artinya
malahan sebaliknya, karena yang dipersoalkan dalam filsafat itu ialah dari kita
sendiri. Karena filsafat membicarakan segala sesuatu mengenai kita sendiri maka
filsafat bersifat eksistensial. Filsafat ada lah “eksistensial ” sifatnya, erat
hubungannya dengan hidup kita sehari-hari, dengan manusia itu sendiri.
Hidup kita sendiri yang memberikan
bahan-bahan untuk direnungkan atau dipikirkan. Filsafat berdasarkan dan
berpangkalan pada manusia yang konkrit, pada diri kita yang hidup di dalam
dunia dengan segala persoalan-persoalan yang kita hadapi. Apabila dalam
filsafat terdapat teori-teori yang muluk-muluk dan sukar maka hal itu
sebenarnya bukan maksud dan tujuannya, filsafat hanya ingin menerangkan
kenyataan yang konkrit dan real yang kita alami di dunia ini. filsafat itu
berbeda-beda dan persoalannya berganti-ganti menurut masa di perkembangkannya.
Esensial Mengenai Pandangan Filsafat
Banyak yang mengira, filsafat adalah
ilmu yang bertujuan mencari Tuhan, menerawang sesuatu secara metafisis, dan
lain-lain. meskipun itu tidak sepenuhnya salah, namun sebenarnya, esensi
filsafat adalah mencari kebenaran. Sejak permulaan peradaban manusia, hakikat
manusia adalah menuangkan gagasan, pikiran, dan rumusan (ide) untuk mencari
kebenaran, yang digunakan sebagai cara manusia memandang bagaimana hidup yang
seharusnya (bertahan hidup).
Namun di zaman modern saat ini,
filsafat seringkali mengeritik seperti apa kebenaran itu. Namun, sebenarnya
kebenaran sudah dikritik para filsuf dari segala cabang pada zaman klasik. Di
zaman Klasik, ada yang memandang kebenaran sebagai suatu fakta yang tak perlu
dikritik (absolut), ada yang memandang justru fakta hanya sebuah interpretasi dari
berbagai perspektif (relatif) dan kecenderungan kosong (nihil), ada yang
memandang kebenaran hanya ilusi dari realita yang sesungguhnya (mistik).
Menurut Harold H. Titus, filsafat
adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan
ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk
keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan
kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan bahwa
Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat
memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun
dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya
bahwa filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati,
sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran)
itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara
kerja manusia yang lain.
Kebenaran dalam arti yang
sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan
satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya
seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni
tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam,
atau pun kebenaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa esensi filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam
logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat
keaslian).
Empat Program Filsafat Untuk Anak
Ada empat catatan kritis yang bisa
diberikan untuk program filsafat untuk anak. Yang pertama adalah bahaya dari
birokratisasi filsafat. Filsafat, pada hakekatnya, adalah pemikiran bebas. Ia
mengandalkan spontanitas dan keberanian untuk mengubah pandangan-pandangan lama
yang kita pegang. Ketika filsafat dijadikan bagian dari sistem dan masuk ke
dalam birokrasi, ada bahaya, bahwa filsafat akan kehilangan ciri spontan,
kebebasan dan keberaniannya. Filsafat justru akan menjadi pelayan sistem dan
pembenaran bagi kekuasaan yang ada. Sejarah sudah membuktikan, bahwa bahaya
semacam ini amat mungkin terjadi. Ketika filsafat masuk ke dalam sistem
pendidikan, ia hanya akan berubah menjadi mata pelajaran belaka yang harus
dihafal dan diuji, serta kehilangan daya kritisnya. Sistem dan birokrasi bisa
melenyapkan roh kritis dan semangat perubahan yang sudah selalu tertanam di
dalam filsafat itu sendiri.
Yang kedua adalah pengandaian yang
terlalu tinggi tentang seorang guru dari program filsafat untuk anak. Seperti
dijelaskan sebelumnya, program ini membutuhkan pengajar yang khusus. Ia tidak
hanya memberikan pengetahuan kepada anak, tetapi juga bisa membantu anak untuk
berpikir dan menemukan jawabannya sendiri. Berapa banyak guru yang bisa melakukan
ini? Inti dari filsafat untuk anak adalah menjalankan metode Sokrates di dalam
dialog filosofis dengan anak. Adakah guru yang bisa menjalankan metode Sokrates
tersebut secara tepat? Jika program filsafat untuk anak dijalankan, namun
mentalitas gurunya masih tradisional, yakni hanya memberikan pengetahuan dan
bersikap otoriter, maka seluruh program ini akan menjadi tidak berguna. Ia
hanya akan menjadi mata pelajaran biasa yang membebani anak dengan hal-hal yang
tak berguna, namun harus dihafal, sekedar untuk lulus ujian.
Yang ketiga adalah pertimbangan
mengenai jumlah mata pelajaran yang diberikan kepada anak pada tingkat sekolah
dasar. Seperti kita semua tahu, jumlah mata pelajaran yang diberikan pada
tingkat ini sudah sangat banyak. Begitu banyak hal harus dipelajari, lalu
diuji, guna mendapatkan nilai akademik. Apakah bijaksana, jika filsafat
diberikan sebagai mata pelajaran mandiri untuk anak, terutama mengingat begitu
banyaknya hal yang sudah harus dipelajari? Bukankah ini akan membuat anak kelelahan,
dan akhirnya tidak lagi mampu untuk menikmati proses belajar? Bukankah ini akan
mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya? Dan bukankah materi yang terlalu
banyak justru membuat orang tidak belajar apapun? Oleh karena itu, penerapan
program filsafat untuk anak harus memperhatikan setidaknya dua prinsip, yakni
sederhana dan menyenangkan. Jika program filsafat untuk anak ini sederhana dan
menyenangkan, maka ia akan bisa mewujudkan tujuannya menjadi kenyataan. Ia
tidak akan menjadi beban untuk anak ataupun para guru yang menjalankannya.
Yang keempat adalah persoalan kultur.
Dalam arti ini, kultur dipahami sebagai cara hidup yang bersifat unik pada satu
ruang dan waktu tertentu. Filsafat mengandaikan kebebasan, sikap kritis dan
kreativitas di dalam berpikir, mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban.
Dasar dari semua sikap ini adalah keberanian untuk menantang
pandangan-pandangan lama yang mungkin telah ratusan tahun mengakar di dalam
suatu masyarakat. Pertanyaannya di titik ini adalah, apakah kultur Indonesia
cocok dengan pola berpikir filsafat? Jawaban ya dan tidak dalam konteks ini
tampak menyederhanakan masalah. Di satu sisi, kultur harmoni yang kental
berkembang di Asia juga memiliki pengaruh besar di Indonesia. Kultur semacam
ini akan sulit untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran filosofis yang kritis.
Di sisi lain, filsafat juga bukanlah barang asing bagi orang Indonesia. Kultur
berdiskusi untuk menemukan jawaban atas suatu masalah sudah selalu merupakan
bagian dari cara hidup orang Indonesia. Pola semacam ini adalah tempat yang
subur untuk pemikiran-pemikiran filosofis yang kritis. Tegangan antara kultur
setempat dengan pola berpikir filosofis yang berkembang di Eropa dan Amerika
ini perlu untuk terus ditanggapi secara kritis.
Kematian Berdampak Masalah?
Jika seseorang yang kita sayangi
seperti orang tua, kakak, adik dan anggota keluarga lainnya meninggal
(mengalami kematian), otomatis kita merasa kehilangan, dan merasakan kesedihan
dan juga merasakan ketakutan. Kematian memang suatu hal yang tidak bisa
ditebak. Ia datang secara tiba-tiba merusak harmoni di dalam keluarga dan di
dalam hubungan antar manusia, Inilah alasan, mengapa kematian menjadi suatu
“masalah”.
Tidak ada dunia setelah kematian.
Yang ada adalah kekosongan, karena energi berpindah menjadi sesuatu yang lain.
kita tak mungkin bisa memastikan, apa yang terjadi setelah kematian. Karena
itulah kematian menciptakan rasa takut. Namun, jika diteliti lebih dalam,
seperti dinyatakan oleh Budi Hardiman, yang menakutkan bukanlah kematian, melainkan
mati, yaitu proses menuju kematian. seseorang pada dasarnya, tidak takut akan
kematian. Namun, semua orang bahkan para penganut agama yang merindukan surga,
tidak mau menjalani proses menuju kematian. Proses tersebut memang kerap kali
tragis, seperti kecelakaan berdarah, penyakit yang menyiksa dan sebagainya.
Bagi keluarga yang ditinggalkan,
kematian meninggalkan luka dalam di hati. Luka yang timbul dari kematian
menimbulkan suatu kesedihan pada keluarga atau saudara yang ditinggalkan. Pada
beberapa peristiwa yang ekstrem, kematian satu orang bisa mendorong kematian
orang lainnya, persis karena kehilangan atau rasa tidak terima yang
dirasakannya.
Salah satu pertanyaan penting dalam
hidup manusia adalah, apa yang terjadi setelah kematian? Ini pertanyaan yang
amat penting. Di berbagai peradaban dunia, kita bisa dengan mudah menemukan
adanya konsep tentang hidup sesudah mati. Setelah kematian, orang akan memasuki
alam berikutnya. Di sana, jika ia menjalani hidup yang baik, ia akan
mendapatkan kebahagiaan. Jika hidupnya jahat, maka ia harus menjalani hukuman.
Inilah pola yang cukup universal, yang dapat ditemukan di berbagai cerita
mitologis di hampir semua peradaban dunia. Pandangan ini kemudian dilanjutkan
oleh agama-agama dunia dengan konsep surga dan neraka. Orang baik akan masuk
surga, dan menemukan kebahagiaan abadi disana. Sementara, orang jahat akan
masuk neraka, serta mengalami hukuman berat disana.
Argumen yang dianggap masuk akal
mengenai hidup dan mati adalah, bahwa kehidupan itu adalah energi, dan energi
itu abadi. Ia hanya berpidah tempat. Maka, setelah orang mati, energinya akan
kembali ke alam, dan menjadi sesuatu yang lain. Semua pandangan mengenai
kehidupan setelah kematian hanya bisa berperan sebagai kemungkinan, namun bukan
kebenaran.
Apakah kematian menjadi suatu masalah
atau tidak? menurut penulis bergantung pada masing-masing orang dalam
memahaminya. Penulis sendiri memahami Kematian sebagai suatu kejadian yang
dapat kita ambil hikmahnya yaitu sifat ikhlas, sabar dan sebagainya. Selain itu
Penulis juga memahami Kematian sebagai suatu proses perubahan, baik perubahan
keadaan, maupun perubahan jiwa manusia itu sendiri, dimana dengan perubahan
tersebut kita dapat mengetahui bagaimana cara kita menjalani hidup setelah kita
ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi.
Definisi Filsafat Bahasa
Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan
antara linguistik dan filsafat. Ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan
bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis
linguistik. Filsafat bahasa dibagi menjadi filsafat bahasa ideal dan filsafat
bahasa sehari-hari. Kinayati Djojosuroto (2007 : 452) menambahkan bahwa
filsafat bahasa merupakan bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat
bahasa, unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia,
hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan
manusia.
Filsafat bahasa ialah teori tentang
bahasa yang berhasil dikemukakan oleh para filsuf, sementara mereka itu dalam
perjalanan memahami pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa ialah usaha para
filsuf memahami conceptual knowledge melalui pemahaman terhadap bahasa.
Dalam rangka mencari pemahaman ini,
para filsuf telah juga mencoba mendalami hal-hal lain, misalnya fisika,
matematika, seni, sejarah, dan lain-lain. Cara bagaimana pengetahuan itu
diekspresikan dan dikomunikasikan di dalam bahasa, di dalam fisika, matematika
dan lain-lain itu diyakini oleh para filsuf berhubungan erat dengan hakikat
pengetahuan atau dengan pengetahuan konseptual itu sendiri. Jadi, dengan
meneliti berbagai cabang ilmu itu, termasuk bahasa, para filsuf berharap dapat
membuat filsafat tentang pengetahuan manusia pada umumnya.
Letak perbedaan antara filsafat
bahasa dengan linguistik adalah linguistik bertujuan mendapatkan kejelasan
tentang bahasa. Linguistik mencari hakikat bahasa. Jadi, para sarjana bahasa
menganggap bahwa kejelasan tentang hakikat bahasa itulah tujuan akhir kegiatannya,
sedangkan filsafat bahasa mencari hakikat ilmu pengetahuan atau hakikat
pengetahuan konseptual. Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual
itu, para filsuf mempelajari bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan
sebagai objek sementara agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang
hakikat pengetahuan konseptual itu.
Filsafat bahasa merupakan (1)
kumpulan hasil pikiran para filosof mengenai hahikat bahasa yang disusun secara
sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu, (2) metode
berpikir secara mendalam (radik), logis, dan universal mengenai hakikat bahasa.
Filsafat bahasa bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, filsafat bahasa
dilihat sebagai ilmu dan kedua, filsafat bahasa dilihat sebagai suatu metode.
Jika dilihat sebagai ilmu, filsafat bahasa mengacu pada kumpulan hasil pikiran
para filsof mengenai bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari
dengan menggunakan metode tertentu. Jika dilihat sebagai metode berpikir,
filsafat bahasa mengacu pada metode berpikir secara mendalam, logis, dan
universal mengenai hakikat bahasa (Hidayat, 2009 : 13)
Filsafat Bagi Manusia
Filsafat mampu memberikan pemahaman
yang menyeluruh (general) terhadap suatu wujud (ontologi) sekaligus memberikan
konsep kebenaran (justifikasi) sekaligus memberikan konsep kebenaran. Filsafat
mampu memberikan kepuasan bagi filsuf/seseorang karena kemampuannya dalam
menggambarkan problem kehidupan yang sedang dan akan dihadapi sesuai dengan
leluasan pemahamannya. Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu
suatu kenikmatan yang luar biasa dan kebahagiaan yang paling berharga. Filsafat
dapat dijadikan sebagai bahan pijakan untuk merubah dunia. Karl Marx mengatakan
filsafat tidak hanya menjelaskan pada dunia (interferd the world) melainkan
juga merubahnya.
Poblematika Filsafat
Secara umum problematika filsafat
terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
Ontologi, yaitu
mengkaji hakikat segala sesuatu, dan terbagi atas 2 yaitu:
Kualitas
- Monisme berasal
dari satu unsur (mono=satu). Thales dari air. Anaximandros dari apairon.
Anaximenes dari udara. Democritos dari tanah.
- Dualisme, yang
mengatakan alam semesta terdiri dari dua unsur yaitu materi dan roh. Tokohnya
Anaxagoras dan Aristoteles.
- Pluralisme, alam
semesta terdiri dari empat unsur, air, angina, api, tanah. Tokohnya Empedokles,
dan Leukippos.
Kualitas
Pandangan ini membicarakan bagaimana
alam berproses, dalam kaitannya muncul 4 teori yaitu sebagai berikut:
- Mekanisme, yang mengatakan
bahwa segala sesuatu berproses secara mekanik.
- Teleologi, mengatakan bahwa
segala sesuatu yang terjadi di alam raya berproses menuju suatu tujuan, yaitu
Tuhan.
- Determinisme, kejadian di alam
ini berproses melalui suatu ketentuan yang telah itetapkan sebelumnya, baik
oleh hokum alam maupun oleh Tuhan.
- Indeterminisme, segala
kejadian di alam ini berlangsung secara bebas, tanpa kendali tertentu dari
Tuhan atau kekuatannya.
Filsafat Matematika dan Hakekat Matematika
Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang
ilmu filsafat yang bertujuan untuk merefleksikan, dan menjelaskan hakekat
matematika. Hal ini merupakan kasus khas dari kegunaan epistemologi yang
bertujuan menjelaskan pengetahuan manusia secara umum. Filsafat matematika
mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa dasar dari pengetahuan
matematika? Apa hakekat kebenaran matematika? Apa yang mencirikan matematika?
Apa pembenaran kebenaran matematika? Mengapa kebenaran matematika dianggap
sebagai kebenaran yang mendasar?
Filsafat matematika pada dasarnya
adalah pemikiran reflektif terhadap matematika. Matematika menjadi ilmu pokok
soal yang dipertimbangkan secara cermat dan penuh perhatian. Pemikiran filsafati
juga bersifat reflektif dalam arti menengok sendiri untuk memahami bekerjannya
budi itu sendiri. Ciri relektif yang denikian itu ditekankan oleh para filsuf
Inggris R.G. Collingwood yang menyatakan “Philosophy is reflective”. The
philosophizing mind never simply thinks about an object; it always, while
thinking about any object, think also about its own thought about than object.”
(Filsafat bersifat reflektif. Budi yang berfilsafat tidaklah semata-mata
berpikir tentang suatu obyek, budi itu senantiasa berpikir juga berpikir
tentang pemikirannya sendiri tentang obyek itu). Jadi budi manusia yang
diarahkan untuk menelaah obyek-obyek tertentu sehingga melahirkan matematika
kemudian juga memantul berpikir tentang matematika sehingga membutuhkan filsafat
matematika agar memperoleh pemahaman apa dan bagaimana sesungguhnya matematika
itu.
Di antara ahli-ahli matematika dan
para filsuf tidak tampak kesatuan pendapat mengenai apa filsafat matematika
itu. Sebagai sekedar contoh dapatlah dikutipkan dari perumusan-perumusan dari
2 buku matematika dan 2 buku filsafat yang berikut:
1) Suatu filsafat matematika dapatlah
dilukiskan sebagai suatu sudut pandangan yang dari situ pelbagai bagian dan
kepingan matematika dapat disusun dan dipersatuja berdasarkan beberapa asas
dasar.
2) Secara khusus suatu filsafat
matematika pada dasarnya sama dengan suatu percobaan penyusunan kembali yang
dengannya kumpulan pengetahuan matematika yang kacau balau yang terhimpun
selama berabad-abad diberi suatu makna atau ketertiban tertentu.
3) Penelaah tentang konsep-konsep
dari pembenaran terhadap asas-asas yang dipergunakan dalam matematika
4) Penelaah tentang konsep-konsep
dan sistem-sistem yang terdapat dalam matematika, dan mengenai pembenaran
terhadap pernyataan-pernyataan berikut.
Dua pendapat yang pertama dari ahli –
ahli matematika menitik beratkan filsafat matematika, sebagai usaha menyusun
dan menertibkan bagian – bagian dari pengetahuan matematika yang selama ini
terus berkembang biak. Sedang 2 definisi berikutnya dari ahli filsafat
merumuskan filsafat matematika sebagai studi tentang konsep-konsep dalam
matematika dan pembenaran terhadap asas atau pembenaran matematika.
Menurut pendapat filsuf Belanda Evert
Beth di sampingnya matematika sendiri dan filsafat umum harus pula dibedakan
adanya 2 bidang pemikiran lainya, yakni filsafat matematika dalam arti yang
lebih luas (philosophy of mathematics in a broader sense) dan penelitian
mengenai landasan matematika (foundation mathematics). Landasan matematika
kadang-kadang disamakan pengertiannya dengan filsafat matematika. Tetapi
sesungguhnya landasan matematika merupakan bidang pengetahuan yang palling
sempit dari bidang filsafat matematika. Foundation of mathematics khususnya
bersangkut paut dengan konsep-konsep asas foundamental (fundamental concepts
and principles) yang mempergunakan dalam matematika. Dengan demikian kedua
definisi philosophy of mathematics dari kamus-kamus filsafat tersebut diatas
lebih merupakan batasan pengertian matematika. Charles Parsons dalam The
Encyclopedia of Philosophy menegaskan:
Penelitian landasan senantiasa
bersangkutan dengan masalah tentang pembenaran terhadap pernyataan-pernyataan
dan asas-asas matematika, dengan pemahaman mengapa proporsisi-proporsisi
tertentu yang jelas sendirinya adalah demikian, dengan pemberian pembenaran
terhadap asas-asas yang telah diterima tampaknya tidak sendirinya begitu
jelas, dan dengan penemuan dan penanggalan asas-asas yang tak terbebankan.)
Peran filsafat matematika adalah
untuk menunjukkan dasar yang sistematis dan benar-benar aman untuk pengetahuan
matematika, diperuntukkan untuk kebenaran matematika.
Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi dari filsafat
matematika adalah untuk menunjukkan dasar pengetahuan matematika. Foundationism
terikat dengan pandangan absolutis pengetahuan matematika, karena menganggap
tugas pembenaran pandangan ini menjadi tujuan utama filsafat matematika.
Hakikat Pengetahuan Matematika
Secara tradisional, matematika telah
dipandang sebagai paradigma pengetahuan tertentu. Euclid mendirikan sebuah
struktur logis yang megah hampir 2.500 tahun lalu dalam Elements, yang sampai
akhir abad kesembilan belas diambil sebagai paradigma untuk mendirikan
kebenaran dan kepastian. Newton menggunakan bentuk Elemen di dalam bukunya
Principia, dan Spinoza dalam Etika, untuk memperkuat klaim mereka atas
penjelasan kebenaran sistematis. Dengan demikian matematika telah lama diambil
sebagai sumber pengetahuan yang paling tertentu yang dikenal bagi umat manusia.
Sebelum menyelidiki sifat pengetahuan
matematika, pertama-tama perlu untuk mempertimbangkan sifat pengetahuan pada
umumnya. Jadi kita mulai dengan bertanya, apakah pengetahuan? Pertanyaan
tentang apa yang merupakan pengetahuan inti dari filsafat, dan pengetahuan
matematika memainkan suatu peranan penting. Jawaban filsafat standar untuk
pertanyaan ini adalah bahwa pengetahuan adalah keyakinan yang dibenarkan. Lebih
tepatnya, bahwa pengetahuan awalnya terdiri dari dalil yang dapat diterima
(yaitu, percaya), asalkan ada alasan yang memadai untuk menegaskannya.
(Sheffler, 1965; Chisholm, 1966; Woozley, 1949).
Pengetahuan diklasifikasikan atas dasar alasan untuk pernyataan tersebut.
Pengetahuan apriori terdiri dari dalil yang ditegaskan berdasarkan
pemikiran sendiri, tanpa jalan lain untuk pengamatan dunia. Berikut
alasan penggunaan logika deduktif dan makna istilah, biasanya dapat ditemukan
dalam definisi. Sebaliknya, empiris atau pengetahuan posteriori terdiri dari
dalil menegaskan berdasarkan pengalaman, yaitu, berdasarkan pengamatan dunia
(Woozley, 1949).
Bukti dari dalil matematika adalah rentetan yang terbatas dari pernyataan akhir
pada dalil, yang memenuhi sifat berikut. Setiap pernyataan merupakan aksioma
diambil dari seperangkat aksioma sebelumnya, atau diturunkan dengan aturan
kesimpulan dari satu atau lebih pernyataan yang terjadi sebelumnya dalam
urutan. Istilah 'sekumpulan aksioma' dipahami secara luas, untuk memasukkan apa
pun pernyataan diterima menjadi bukti tanpa demonstrasi, termasuk aksioma,
dalil-dalil dan definisi.
Pandangan Absolutis Pengetahuan Matematika
Pandangan absolutis pengetahuan
matematika adalah bahwa hal itu terdiri dari kebenaran tertentu dan tak
tertandingi. Menurut pandangan ini, pengetahuan matematika terdiri dari
kebenaran absolut, dan mewakili ranah pengetahuan tertentu yang unik, terpisah
dari logika dan pernyataan benar berdasarkan arti istilah, seperti 'Semua
bujangan belum menikah'. Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, memiliki
pandangan absolutis pengetahuan matematika. Jadi menurut Hempel:
validitas matematika berasal dari
ketentuan yang menentukan arti dari konsep-konsep matematika, dan bahwa
proposisi matematika karena itu pada dasarnya 'benar menurutdefinisi'.
Dalam pemikiran absolut, dinyatakan bahwa Mathematics is the one and perhaps
the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge yang
maksudnya adalah Matematika adalah suatu kemungkinan dan kenyataan yang tak
terbantahkan dan merupakan ilmu pengetahuan yang objektif. Sedangkan secara
fallibilis, Mathematica truth is corrigible, and can never regarded as being
above revision and correction, yang maksudnya adalah kebenaran Matematika
dapat dibenarkan dan tidak pernah bisa ditentang, diperbaiki maupun dikoreksi.
Sehingga The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Filsafat Matematika
menyatakan bahwa Filsafat Matematika merupakan sudut pandang yang menyusun dan
mempersatukan berbagai bagian dan kepingan Matematika berdasarkan
beberapa asas dasar.
Metode deduktif memberikan surat perintah untuk penegasan matematika pengetahuan.
Dasar-dasar untuk mengklaim bahwa matematika (dan logika) menyediakan mutlak
pengetahuan tertentu, yang adalah kebenaran, karena itu sebagai berikut.
Pertama-tama, dasar laporan digunakan dalam bukti yang dianggap benar. Aksioma
matematika dianggap benar, untuk tujuan mengembangkan sistem yang sedang
dipertimbangkan, definisi matematika adalah benar dengan fiat, dan aksioma
logis diterima sebagai benar. Kedua, aturan logika ofinference melestarikan
kebenaran, adalah mereka memungkinkan apa-apa selain kebenaran yang disimpulkan
dari kebenaran. Berdasarkan kedua fakta, setiap pernyataan dalam bukti deduktif,
termasuk kesimpulannya, adalah benar. Jadi, karena teorema matematika semua
dibentuk dengan cara bukti deduktif, mereka semua kebenaran tertentu. Ini
merupakan dasar dari klaim banyak filsuf bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran
tertentu.
Pandangan absolutis pengetahuan matematika didasarkan pada dua jenis asumsi:
orang matematika, tentang asumsi aksioma dan definisi, dan orang-orang logika
tentang asumsi aksioma, aturan inferensi dan bahasa formal dan sintaks. Ini
adalah lokal atau microassumptions. Ada juga kemungkinan asumsi makro-global
atau, seperti aswhether cukup deduksi logis untuk membuat semua kebenaran
matematika. Saya kemudian akan menyatakan bahwa masing-masing asumsi melemahkan
klaim kepastian untuk pengetahuan matematika. Pandangan absolutis pengetahuan
matematika mengalami masalah pada awal abad kedua puluh ketika sejumlah
antinomi dan kontradiksi berasal dalam matematika (Kline, 1980; Kneebone, 1963;
Wilder, 1965). Dalam serangkaian publikasi Gottlob Frege (1879, 1893) yang
didirikan oleh jauh formulasi paling ketat logika matematika yang dikenal pada
waktu itu, sebagai dasar untuk pengetahuan matematika. Russell (1902),
bagaimanapun, mampu menunjukkan bahwa sistem Frege tidak konsisten. Masalahnya
terletak pada Hukum Kelima Dasar Frege, yang memungkinkan menetapkan yang akan
dibuat dari perpanjangan konsep apapun, dan untuk konsep atau properti yang
akan diterapkan untuk mengatur (Furth, 1964). Russell diproduksi terkenal
paradoks nya dengan mendefinisikan properti dari 'tidak unsur itu sendiri.
Hukum Frege memungkinkan perpanjangan properti ini dianggap sebagai satu set.
Tapi kemudian set ini adalah elemen dari dirinya sendiri jika, dan hanya jika,
tidak, kontradiksi. Hukum Frege tidak dapat dijatuhkan tanpa serius melemahkan
sistem nya, namun itu tidak bisa dipertahankan.
Kontradiksi lain juga muncul dalam teori set dan teori fungsi. Temuan tersebut,
tentu saja, implikasi besar bagi pandangan absolutis pengetahuan matematika.
Karena jika matematika yang pasti, dan semua teorema yang yakin, bagaimana bisa
kontradiksi (yaitu, dusta) berada di antara teorema nya? Karena tidak ada
kesalahan tentang penampilan kontradiksi-kontradiksi ini, pasti ada yang salah
dalam dasar matematika. Hasil dari krisis ini adalah pengembangan dari sejumlah
sekolah dalam filsafat matematika yang bertujuan adalah untuk menjelaskan sifat
pengetahuan dan matematika untuk membangun kembali kepastian.
Aliran matematika
Ada tiga aliran yang digunakan
sebagai acuan berpikir, yaitu: logicism, formalisme dan Intuisionisme. Aliran
pemikiran ini tidak sepenuhnya dikembangkan sampai abad kedua puluh, tapi
Korner (1960) menunjukkan bahwa akar filosofis mereka dapat ditelusuri kembali
setidaknya sejauh Leibniz dan Kant.
A. Logisme
Logisme memandang bahwa Matematika
sebagai bagian dari logika. Pernyataan ini dikemukakan oleh G. Leibniz. Dua
pernyataan penting yang dikemukakan di dalam aliran ini, yaitu:
a. Semua konsep
matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika
b. Semua kebenaran
matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan
kesimpulan secara logika semata.
Tujuan dari tuntutan ini jelas. Jika
semua matematika dapat diekspresikan dalam teorema logika murni dan dibuktikan
dari prinsip-prinsip logika sendiri, kemudian kepastian dari ilmu matematika
dapat dikurangi untuk dan dari logika itu. Logika disadari untuk menyediakan
sebuah dasar yang pasti atas kebenaran, sebagian dari ambisi yang berlebihan
mencoba untuk menyampaikan logika, seperti hukum Frege yang kelima. Dengan
demikian jika membantu, program logika akan menyediakan dasar logika yang pasti
untuk pengetahuan matematika, melahirkan kembali kepastian yang mutlak dalam
matematika
Whitehead dan Russel (1910-13) mampu
membangun yang pertama dari dua tuntutan melalui arti dari defenisi berantai.
Bagaimanapun logika dibangun pada tuntutan yang kedua. Matematika meminta
aksioma non logika seperti aksioma tidak terbatas (himpunan semua bilangan asli
adalah tidak terbatas). Dan aksioma pilihan(hasil cartesian dari himpunan
kosong adalah himpunan kosong itu sendiri). Russel mengekspresikannya pada
dirinya sendiri sebagai pengikut.
Tetapi walaupun semua dalil logika (atau matematika) dapat diekspresikan
seluruhnya dalam teorema dari logika konstanta bersama dengan variable, itu
bukanlah masalah bahwa, sebaliknya, semua dalil itu dapat diekspresikan dalam
cara logika ini. kita telah menemukan sejauh kepentingan tetapi bukan sebuah
standar yang perlu dari dalil matematika. Kita perlu menentukan karakter dari
ide kuno dalam teorema yang mana semua ide dalam matematika dapat ditentukan.
Tetapi bukanlah dalil kuno dari semua dalil dalam matematika dapat dibuktikan
secara deduktif. Ini adalah sebuah masalah yang lebih sulit, yang mana belum
diketahui apa jawaban seutuhnya.
Keberatan yang kedua, yang terlepas
dari validitas dari dua tuntutan logicit, yang merupakan alasan utama untuk
menolak formalisme. Ini adalah teorema ketidaklengkapan Godel, yang menetapkan
bahwa pembuktian deduktif cukup untuk menunjukkan semua kebeanaran matematika.
Oleh karena itu pengurangan kesuksesan dari aksioma matematika untuk logika
masih tidak akan cukup untuk derivasi dari semua kebenaran matematika.
Keberatan yang ketiga yang mungkin menyangkut
kepastian dan keandalan yang mendasari logika. Hal ini tergantung pada
keterujian dan pendapat, asumsi yang dibenarkan.
Dengan demikian program logika mengurangi kepastian pengetahuan matematika
untuk itu logika gagal dalam prinsip. Logika tidak menyediakan dasar yang pasti
untuk pengetahuan matematika.
B. Formalisme
Dalam istilah populer, formalisme
merupakan pandangan bahwa sebuah permainan formal yang tidak berarti yang
dimainkan dengan tanda-tanda diatas kertas, mengikuti aturan-aturan.
Jejak filsafat dari formalis
matematika dapat ditemukan dalam tulisan – tulisan Uskup Berkeley, tetapi
pendukung utama formalisme adalah David Hilbert (1925), awalnya J. Von Neumann
(1931) dan H. Curry (1951). Program formalis Hilbert bertujuan untuk
menerjemahkan matematika kedalam sistem tafsiran formal. Dengan arti yang
terbatas tetapi bermakna sistem formal metamatematika terbukti memadai
untuk matematika, dengan menurunkan keformalan dari semua kebenaran matematika,
dan aman untuk matematika melalui bukti yang konsisten.
Menurut Ernest (1991) formalis
memiliki dua tesis, yaitu
1. Matematika dapat dinyatakan
sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sembarangan, kebenaran
matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat
didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.
Kekuranglengkapan teorema Kurt Godel
(Godel, 1931) menunjukkan bahwa program tidak bisa dipenuhi. Teorema yang
pertama menunjukkan bahwa tidak semua kebenaran aritmatika dapat diturunkan
dari aksioma Peano ( atau beberapa himpunan aksioma yang lebih rekursif luas).
Hasil pembuktian-teori ini sejak itu
sudah dicontohkan dalam matematika oleh Paris dan Harrington, yang merupakan
teorema versi Ramsey benar tetapi tidak dapat dibuktikan dalam aritmatika Peano
(Barwise, 1977). Ketidaklengkapan teorema yang kedua menunjukkan bahwa dalam
kasus konsistensi yang diinginkan membuktikan sebuah meta-matematika lebih kuat
daripada sistem yang akan dijaga, yang mana jadinya tidak terjaga samasekali.
Misalnya, untuk membuktikan konsistensi aritmatika Peano mengharuskan semua
aksioma sistem itu dan selanjutnya asumsi, seperti sistem induksi transfinite
atas nomor urutan hitung (Gentzen, 1936)
Program formalis, seandainya
berhasil, akan memberikan dukungan untuk sebuah pandangan kebenaran absolut
matematika. Untuk bukti formal berbasis dalam konsistensi sistem matematika
formalakan memberikan ujian untuk kebenaran matematika. Namun, dapat dilihat
bahwa dalam kedua tuntutan formalisme telah disangkal. Tidak semua
kebenaran matematika dapat dipresentasikan sebagai teorema dalam sistem formal,
dan selanjtunya sistem itu sendiri tidak dapat dijamin kebenarannya.
C.Intuisionisme
Intuisionisme seperti L.E.J. Brouwer
(1882-1966), berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia.
Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada
apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya intuisionis
menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya
terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada.
Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas,
oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika bahwa yang benar
itu p atau bukan p (Anglin, 1994). Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar
untuk kebenaran matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara
mental) dari aksima-aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan
metode yang aman dalam pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang
eksklusifpada keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui
diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif
semata (Ernest, 1991). Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme,
antara lain; (1) intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek
matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2)
matematisi intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum
logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya
memiliki sedikit pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab
keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia
untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki
sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada memiliki
sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong (Anglin, 1994).
Langganan:
Komentar (Atom)