Jumat, 13 Januari 2017

[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan


  1. Filsafat Pendidikan Progresivisme
  2. Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia
  3. Power Point Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia
  4. Kritik Kampus (Mahasiswa yang Prokrastinasi)
  5. Pertanyaan Filsafat
  6. Individu, Masyarakat dan Negara
  7. Generasi Saat ini, Generasi Platinum
  8. Banten Jawara
  9. Asal-usul Serang
  10. Sosok Presiden yang Terlupakan
  11. Ontologis Gunung Santri
  12. Presiden RI dalam Mitos Notonegoro
  13. Presiden RI dalam Ramalan Satrio Piningit Ronggowarsito
  14. Kesalahan Moral
  15. Kebebasan yang Sebenarnya
  16. Filsafat Membingungkan?
  17. Kerjakan, Pasti Anda Merasakan
  18. Kebenaran dari Pikiran yang Salah
  19. Jika Diam Itu Emas, Justru Berfikir Adalah Seni
  20. Asal Usul Angka 13 dianggap Angka Sial
  21. Apa Semua Harus Tepat, Jelas, dan Terukur?
  22. Ketika Terbangun dari Tidur
  23. Antara Percaya Diri dan Tak Tahu Diri
  24. Memimpin Ibarat Menanam Pohon
  25. Banyak Anak Banyak Rezeki?
  26. Makna Kegagalan
  27. Antara Ilmu dan Iman
  28. Ketika Sila Ke 5 Menghilang dari Negara Ini
  29. Antara Idealisme dan Realistis
  30. Menyerah Lebih Baik Daripada Mati
  31. Berguru pada Pohon Pisang
  32. Ingin Sukses? Mari Merantau
  33. Belajarlah dari Padi 
  34. Filosofi dari Sebuah Pohon 
  35. Neo-positivisme dalam Pendidikan
  36. 10 Filosofi Jawa
  37. Pragmatisme
  38. Radikalisme
  39. Idealisme
  40. Banten Mayoritas Islam
  41. Filosofi Angka 20
  42. Materialisme
  43. Filosofi Air
  44. Fenomena Ziarah Kubur di Banten
  45. Dualisme
  46. Eksistensialisme
  47. Filsafat Abad Modern
  48. Filosofi Bunga Teratai
  49. Abad Modern 
  50. Dikotomi Pendidikan 
  51. Filsafat Hidup 
  52. Rahasia dan Filosofi Angka 0
  53. Filsafat Manusia
  54. Belajar dari Sapu Lidi 
  55. Filsafat Keluarga 
  56. Filosofi Tumbuhan Putri Malu 
  57. Lahir dan Runtuhnya Waktu
  58. Kebenaran Proposisi 
  59. Asal-usul Nama Banten 
  60. Belajar dari Filosofi Semut 
  61. Albert Einstein
  62. Hubungan antara Ilmu dan Etika 
  63. Ulama Islam Bernafaskan Jawa
  64. Filsafat Pengembangan Kurikulum 2013 
  65. Fungsi Kacamata Bagi Manusia 
  66. Benarkah Filsafat Musuh Agama? 
  67. Manusia dan Dunianya 
  68. Filsafat Mengenai Pakar Tentang Mimpi 
  69. Hubungan Otak dan Hati 
  70. Manusia dan Sesamanya 
  71. Hubungan Filsafat dengan Ilmu-ilmu Lain 
  72. Asal-usul Suku Jawa
  73. Sejarah Pantai Sawarna Banten 
  74. Moralitas 
  75. Ciri-ciri Seseorang Berfilsafat 
  76. Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
  77. Ulama Islam di Jawa 
  78. Ziarah dan Sekilass Sejarah Banten Girang 
  79.  Tiga Kebenaran Filsafat
  80. Objek Filsafat 
  81. Matematika Adalah Sembarang dan Relatif.html 
  82. Filsafat di Tengah Hidup Nomaden 
  83. Filsafat Matematika dan Hakekatnya 
  84. Filsafat Bagi Manusia 
  85. Definisi Filsafat Bahasa 
  86. Kematian Berdampak Masalah 
  87. Empat Program Filsafat untuk Anak 
  88. Esensial Mengenai Pandangan Filsafat 
  89. Filsafat dengan Eksistensinya 
  90. Filsafat Hermeneutik 
  91. Filsafat Mengenai Hidup 
  92. Indikator Keluarga Sejahtera 
  93. Karakteristik Filsafat 
  94. Kebenaran Sintaksis 
  95. Kedudukan Akal dalam Pengembangan 
  96. Kebenaran dalam Apapun yang Kita Ketahui 
  97. Pendidikan di Indonesia Terapkan Dasar Filsafat 
  98. Persamaan Filsafat dan Ilmu 
  99. Problem Mengenai Filsafat 
  100. Filsafat dan Macam-macam Masalahnya 
  101.  Waktu Sebagai Pencerita Besar
  102. Keluarga Sejahtera dapat Diukur dengan Apa? 

Kamis, 12 Januari 2017

Keluarga Sejahtera Dapat di Ukur Dengan Apa?

        Untuk mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu mensejahterakan rakyatnya, maka pemerintah menetapkan undang-undang sebagai pedoman :
a. Keputusan Presiden RI Nomor 8 TAhun 1970, dibentuk BKKBN untuk mencapai NKKBS.
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1982, menetapkan gerakan KB menjadi gerakan pembangunan keluarga sejahtera.
c. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun1992, Tujuan pembangunan keluarga sejahtera adalan untuk mengembangkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tentram dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesehjahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan keluarga sejahtera :
a. Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang sama dan seimbang antara anggota dengan masyarakat dan lingkungannya.
b. Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
c. Kualitas keluarga adalah kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga dan mental spiritual nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.

Tahapan Keluarga Sejahtera.
        Untuk mengukur keberadaan keluarga menurut tingkat kesejahteaannya dikembangkan 23 indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan. Adapun rinciannya sebagai berikut :
1. Keluarga Pra Sejahtera.
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran, agama, pangan, sandang dan kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera Tahap I.
Keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologis seperti kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. Keluarga Sejahtera Tahap II.
Keluarga-keluarga yang disamping dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan secara psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangan seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
4. Keluarga Sejahtera Tahap III.
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan secara psikologisnya dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat lingkungannya.
5. Keluarga Sejahtera Tahap IV.
Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan nyata dan berkelanjutan bagi masyrakat lingkungannya.

Waktu Sebagai Pencerita Besar

             Apakah gunanya waktu? Anda mungkin tergoda membayangkan kalau perbedaan antara ruang dan waktu hampir lenyap dan kalau arena peristiwa sesungguhnya dalam alam semesta relativistik adalah balok empat dimensi raksasa. Relativitas muncul untuk meruangkan waktu : mengubahnya menjadi semata satu arah dalam balok tersebut. Ruang-waktu seperti potongan roti yang dapat anda iris dengan berbagai cara, dan menyebutnya “ruang” atau “waktu” hampir semau kita.
             Namun bahkan dalam relativitas umum, waktu mempertahankan fungsi yang berbeda dan penting: yaitu, kalau membedakan secara lokal antara arah “serupa waktu” dan “serupa ruang”. Peristiwa yang berhubungan dengan serupa-waktu tidak berhubungan secara sebab akibat. Tidak ada benda atau sinyal dapat mencapai satu sama lainnya. Secara matematis, sebuah tanda negatif semata membedakan kedua arah, namun tanda negatif ini memiliki pengaruh yang besar.
            Para pengamat tidak setuju mengenai urutan peristiwa mirip-ruang, namun mereka semua setuju pada urutan peristiwa mirip-waktu. Bila satu pengamat merasakan kalau sebuah peristiwa dapat menyebabkan peristiwa lainnya, semua pengamat juga dapat.
            Dalam esai saya sendiri untuk kontes FQXi dua tahun lalu, Saya menjelahi apa makna tampilan waktu ini. Bayangkan mengiris ruang-waktu dari masa lalu ke masa depan; tiap irisan adalah totalitas ruang 3-D pada satu saat dalam waktu. Jumlah semua irisan peristiwa terkait serupa-ruang ini adalah ruang-waktu 4-D.
            Sebaliknya, bayangkan melihat dunia dari samping dan mengirisnya. Dari sudut pandang ini, tiap irisan 3-D adalah amalgam peristiwa yang aneh yang terkait serupa-ruang (dalam hanya dua dimensi) dan serupa-waktu. Dua metode mengiris ini seperti mengiris sebuah roti baik secara vertikal ataupun horizontal.
            Metode pertama umum dipahami ahli fisika, dan juga para penggemar film. Frame dari sebuah film mewakili irisan ruang-waktu: ia menunjukkan ruang pada saat-saat waktu yang berurutan. Seperti penggemar film yang serentak membayangkan plot dan meramalkan apa yang akan terjadi, ahli fisika dapat mengambil sebuah irisan ruang lengkap dan membangun apa yang akan terjadi di irisan ruang lainnya, hanya dengan menerapkan hukum fisika.
            Metode pengirisan kedua tidak memiliki analogi yang sederhana. Ia berhubungan dengan memotong ruang-waktu bukan dari masa lalu ke masa depan, namun dari timur ke barat. Sebagai contoh irisan demikian mungkin adalah tembok utara rumah anda ditambah dengan apa yang akan terjadi pada tembok tersebut di masa depan. Dari irisan ini, anda menerapkan hukum fisika untuk membangun sisa rumah anda (dan alam semesta). Bila kedengarannya aneh, ini benar. Tidak segera jelas apakah hukum fisika memungkinkan ini. Namun seperti yang dikatakan matematikawan Walter Craig dari universitas McMaster dan filsuf Steven Weinstein dari universitas Waterloo telah tunjukkan, anda dapat, paling tidak, melakukannya dalam beberapa situasi sederhana.
            Walaupun kedua metode mengiris mungkin dilakukan secara prinsip, keduanya sangat berbeda. Dalam irisan normal, masa lalu ke masa depan, data yang anda perlukan di irisan mudah didapatkan. Misalnya, anda mengukur kecepatan semua partikel. Kecepatan sebuah partikel di satu lokasi independen dari kecepatan partikel di tempat lain, membuatnya dapat diukur secara langsung,. Namun dalam metode kedua, sifat partikel tidaklah independen; ia terbentuk dalam cara yang sangat spesifik, atau irisan lain tidak akan cukup membangun yang lain. Anda harus melakukan pengukuran yang sangat sulit pada kelompok partikel untuk mengumpulkan data yang anda perlukan. Lebih parah lagi, hanya dalam kasus khusus, seperti yang ditemukan Craig dan Weinstein, pengukuran ini memungkinkan anda membangun ruang-waktu yang lengkap.
            Secara sangat teliti, waktu adalah arah dalam ruang-waktu dimana prediksi yang baik mungkin dilakukan arah dimana kita dapat mencerikana kisah yang paling informatif. Narasi alam semesta tidak membuka dalam ruang. Ia membuka dalam waktu.

Filsafat dan Macam-macam Masalahnya

          Apakah gunanya waktu? Anda mungkin tergoda membayangkan kalau perbedaan antara ruang dan waktu hampir lenyap dan kalau arena peristiwa sesungguhnya dalam alam semesta relativistik adalah balok empat dimensi raksasa. Relativitas muncul untuk meruangkan waktu : mengubahnya menjadi semata satu arah dalam balok tersebut. Ruang-waktu seperti potongan roti yang dapat anda iris dengan berbagai cara, dan menyebutnya “ruang” atau “waktu” hampir semau kita.
      Namun bahkan dalam relativitas umum, waktu mempertahankan fungsi yang berbeda dan penting: yaitu, kalau membedakan secara lokal antara arah “serupa waktu” dan “serupa ruang”. Peristiwa yang berhubungan dengan serupa-waktu tidak berhubungan secara sebab akibat. Tidak ada benda atau sinyal dapat mencapai satu sama lainnya. Secara matematis, sebuah tanda negatif semata membedakan kedua arah, namun tanda negatif ini memiliki pengaruh yang besar.
         Para pengamat tidak setuju mengenai urutan peristiwa mirip-ruang, namun mereka semua setuju pada urutan peristiwa mirip-waktu. Bila satu pengamat merasakan kalau sebuah peristiwa dapat menyebabkan peristiwa lainnya, semua pengamat juga dapat.
        Dalam esai saya sendiri untuk kontes FQXi dua tahun lalu, Saya menjelahi apa makna tampilan waktu ini. Bayangkan mengiris ruang-waktu dari masa lalu ke masa depan; tiap irisan adalah totalitas ruang 3-D pada satu saat dalam waktu. Jumlah semua irisan peristiwa terkait serupa-ruang ini adalah ruang-waktu 4-D.
        Sebaliknya, bayangkan melihat dunia dari samping dan mengirisnya. Dari sudut pandang ini, tiap irisan 3-D adalah amalgam peristiwa yang aneh yang terkait serupa-ruang (dalam hanya dua dimensi) dan serupa-waktu. Dua metode mengiris ini seperti mengiris sebuah roti baik secara vertikal ataupun horizontal.
        Metode pertama umum dipahami ahli fisika, dan juga para penggemar film. Frame dari sebuah film mewakili irisan ruang-waktu: ia menunjukkan ruang pada saat-saat waktu yang berurutan. Seperti penggemar film yang serentak membayangkan plot dan meramalkan apa yang akan terjadi, ahli fisika dapat mengambil sebuah irisan ruang lengkap dan membangun apa yang akan terjadi di irisan ruang lainnya, hanya dengan menerapkan hukum fisika.
     Metode pengirisan kedua tidak memiliki analogi yang sederhana. Ia berhubungan dengan memotong ruang-waktu bukan dari masa lalu ke masa depan, namun dari timur ke barat. Sebagai contoh irisan demikian mungkin adalah tembok utara rumah anda ditambah dengan apa yang akan terjadi pada tembok tersebut di masa depan. Dari irisan ini, anda menerapkan hukum fisika untuk membangun sisa rumah anda (dan alam semesta). Bila kedengarannya aneh, ini benar. Tidak segera jelas apakah hukum fisika memungkinkan ini. Namun seperti yang dikatakan matematikawan Walter Craig dari universitas McMaster dan filsuf Steven Weinstein dari universitas Waterloo telah tunjukkan, anda dapat, paling tidak, melakukannya dalam beberapa situasi sederhana.
         Walaupun kedua metode mengiris mungkin dilakukan secara prinsip, keduanya sangat berbeda. Dalam irisan normal, masa lalu ke masa depan, data yang anda perlukan di irisan mudah didapatkan. Misalnya, anda mengukur kecepatan semua partikel. Kecepatan sebuah partikel di satu lokasi independen dari kecepatan partikel di tempat lain, membuatnya dapat diukur secara langsung,. Namun dalam metode kedua, sifat partikel tidaklah independen; ia terbentuk dalam cara yang sangat spesifik, atau irisan lain tidak akan cukup membangun yang lain. Anda harus melakukan pengukuran yang sangat sulit pada kelompok partikel untuk mengumpulkan data yang anda perlukan. Lebih parah lagi, hanya dalam kasus khusus, seperti yang ditemukan Craig dan Weinstein, pengukuran ini memungkinkan anda membangun ruang-waktu yang lengkap.
       Secara sangat teliti, waktu adalah arah dalam ruang-waktu dimana prediksi yang baik mungkin dilakukan arah dimana kita dapat mencerikana kisah yang paling informatif. Narasi alam semesta tidak membuka dalam ruang. Ia membuka dalam waktu.

Problem Mengenai Filsafat

        Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, diaman tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu ada:
      
 1. Ada
        Perosalan tentang ada menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencangkup persoalan ontology, kosmologi (perkembangan alam semesta) dan antipologi (perkembangan social manusia). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kasian tersendiri.
2. Pengetahuan
        Persoalan tentang pengetahuan (knowledge) menghasilkan cabang filsafat epistemology (filsafat pengetahuan). Istilah epistemology sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi epistemology merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaju secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur motode dan validitas pengetahuan.
 3.  Metode
        Persoalan tentang metode menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian/ telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu enelitian dan kajian ilmiah’ atau sebagai penyusun ilmu-ilmu.
4.  Penyimpulan
        Logika (logis) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu ilmu dan logika kodratih. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seprti: Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud dengan pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
5. Moralitas
        Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika (ethics). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.
6. Keindahan
        Estetika adalah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindah. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.

Perbedaan dan Persamaan Antara Filsafat dan Ilmu

Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
-  Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
-    Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
-     Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
-      Keduanya mempunyai metode dan sistem.
   Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul dari hasrat manusia, akan pengetahuan yang lebih mendasar.

Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
     Objek material filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat khusus dan empiris.
-   Objek formal filsafat bersifat nonfragmentaris, sedangkan objek formal ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif.
-        Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
-      Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
-     Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar, sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat dan sekunder.

Pendidikan di Indonesia Terapkan Dasar Filsafat

Pendidikan di Indonesia jelas perlu untuk dikembangkan terus menerus. Program filsafat untuk anak adalah salah satu usaha yang perlu dilakukan, guna mewujudkan tujuan tersebut. Program ini amatlah penting, karena filsafat tidak hanya memberikan pengetahuan baru, tetapi juga mengajak orang untuk berpikir tentang hidupnya secara lebih mendalam. Pendek kata, filsafat adalah bagian penting dari pendidikan hidup (Lebensbildung) setiap orang. Dengan kemampuan bernalar kritis serta reflektif, filsafat membentuk cara berpikir, dan mengajarkan orang untuk membuat keputusan dengan berpijak pada pertimbangan-pertimbangan yang tepat. Hal ini tentu amat dibutuhkan oleh setiap orang. Namun, kemampuan ini tidak datang begitu saja, melainkan harus dilatih secara berulang-ulang di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, idealnya, kemampuan ini harus dilatih secara usia dini.

Disinilah arti terpenting dari program filsafat untuk anak untuk konteks Indonesia. Peran guru, orang tua, pemerintah dan masyarakat luas juga amatlah besar, yakni sebagai “fasilitator filosofis”, guna membantu anak berpikir secara mandiri dan kritis. Pada tingkat yang lebih luas, program filsafat untuk anak juga bisa berperan amat besar untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia di Indonesia. Ini amatlah penting untuk menunjang kemajuan bangsa. Namun, program filsafat untuk tidak boleh jatuh pada birokratisasi yang justru membunuh roh kritis dari filsafat itu sendiri. Ia juga harus memberikan ruang yang memadai untuk berdialog dengan kultur setempat yang sebelumnya sudah ada di Indonesia.

Kebenaran dalam Apapun yang Kita Ketahui

Telah diaktakan bahwa manusia bukan tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu kebenaran. Ia ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya. Inilag kebenaran obyektif, seperti dikatakan Poedjawijatna. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang obyektif.

Contohnya, saya mengatakan bahwa di luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang saya katakana memang sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu, hujan sedang turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi itu tidak benar.

Kedudukan Akal dalam Pengembangan Pemikiran Manusia

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling baik dan memiliki derajat tinggi seperti diutarakan dalam Quran surat Al-tiin ayat 4 salah satu kelebihan yang dimiliki oleh manusia dibandingkan dengan mahluk lainnya karena manusia diberi akal. Dengan akal inilah anda manpu memperkenalkan nama-nama kepada mahluk lainnya, dengan akal pula manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dan mencemooh manusia yang tidak memakai akalnya artinya manusia diperintahkan untuk menggunakan akalnya untuk memahami ajaran agama dan tidak boleh taqlid begitu saja ketika menerima ajaran agama islam.
Manusia harus menggunakan akal dengan sebaik-baiknya menunjukan bahwa ajaran islam adalah ajaran yang memberi kedudukan yang tinggi terhadap penggunaan akal dengan dorongan AL-Quran dan hadist. Harunasution mengatakan bahwa akal dalam pengertian islam adalah suatu daya berpikir dalam jiwa manusia sebagaimana di gambarkan dalam Al-Quran yang memperoleh pengetahuan dengan memerhatikan alam sekitar.
Kemampuan berpikir manusia itu harus di kembangkan dan di fungsikan dalam mengarungi kehidupan manusia yang semakin komplek dan penuh tantangan. Manusia di tuntut terus menerus untuk menentukan inovasi dan kreasi dalam berbagai bidang kehidupan, jika akal manusia yang di berikan oleh Allah tidak di fungsikan untuk berpikir, maka kehidupan manusia akan mengalami kesulitan-kesulitan maka akan menghadapi kematian.Manusia tidak hanya bangga memiliki akal, tetapi yang paling penting adalah manusia mampu menggunakan akal dengan sebaik-baiknya yakni berpikir secara maksimal.
Al-Quran ketika menyebut kata akal atau sejenisnya tidak dalam bentuk kata benda, melainkan dalam bentuk kata kerja yatafakaruuuna, dsb. Semua ini menunjukan bahwa posisi akal yang ada pada manusia akan mendapatkan penghargaan dan pemanfaatan manakala di fungsikan dalam pengembangan kreaktifitas dalam kemaslahatan diri, kelompok, dan masyarakat. Untuk itulah  akal menjadi alat utama bagi manusia dalam menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk dalam pengembangan filsafat dakwah.

Kebenaran Sintaksis

Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal pada keteraturan sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi tidak mempunyai arti.

Teori di atas berkembang di antara filsuf analisis bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika. Misalnya suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika kalimat tidak ada subjek maka kalimat itu dinyatakan tidak baku atau bukan kalimat. Seperti ‘semua korupsi’, ini bukan kalimat standar karena tidak ada subjeknya.

Karakteristik Filsafat

Dalam kehidupan kita sering mengalami hal-hal yang tidak kita ketahui bahwa itu adalah proses berfilsafat. Seperti mengalami beberapa pelajaran dalam kehidupan, peristiwa-peristiwa berupa pengalaman, apapun yang terjadi dan kita alami dari dulu hingga sekarang, dan kita tidak sadar bahwa itu merupakan salah satu proses berfilsafat. Setiap manusia dapat melakukan filsafat, tidak ada larangan untuk melakukan proses berfilsafat, karena pada dasarnya pemikiran manusia berbeda-beda. Namun ada beberapa sikap yang kita alami pada saat melakukan pemikiran (proses berfilsafat). Sikap-sikap yang dialami kita pada umumnya  ternyata adalah karakteristik filsafat. Berikut karakteristik filsafat yang terjadi sebagai bentuk berfilsafat.
1.     SKEPTIS
Skeptis adalah keraguan terhadap suatu kebenaran sebelum mendapat argument yang kuat terhadap kebenaran tersebut. Dikelompokkan :
-        Bersifat gradasi, dari ragu  ke yakin.
-        Bersifat degradasi, dari yakin ke ragu.
-        Bersifat sophisme, terus menerus ragu.
Sikap gradasi diungkapkan oleh Rene Decartes, filsuf Prancis cagitto ergo sum (saya berpikir maka saya ada).
2.     KOMUNALISME
Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi, dan keyakinan. Misalnya hasil pemikiran Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia, Afrika dsb.
3.     DISENTERESTEDNESS
Yang berasal dari kata interest, yaitu suatu kegiatan filsafat yang tidak diotivasi untuk suatu kepentingan tertentu.
4.     UNIVERSALISME
Filsafat bersifat umum, berarti filsafat adalah hak seluruh umat manusia secara umum atau sifatnya internasional. Semua umat manusia berhak mengadakan kajian filsafat
Dari beberapa karakteristik filsafat diatas dapat kita ketahui bahwa setiap orang berpikir dan mengalami proses berfilsafat. Berfilsafat tidak memandang ras, kelas, ekonomi dan keyakinan, apapun tidak menjadi halangan dalam prose berfikir atau berfilsafat. Sikap-sikap seperti universalisme juga membuktikan bahwa filsafat adalah hak seluruh umat manusia dan tidak dibatasi kajian filsafat yang dilakukan.

Indikator Keluarga Sejahtera

Keluarga Pra Sejahtera.
a. Melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing.
b. Makan dua kali sehari atau lebih.
c. Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.
d. Rumah (sebagian besar lantai bukan tanah).
e. Kesehatan (kalau anak sakit atau PUS ingin ber KB dibawah kesarana/petugas kesehatan).
Keluarga Sejahtera I
Bila Keluarga sudah mampu melaksanakan indikator pada keluarga pra sejahtera tetapi belum mampu untuk melaksanakan indikator :
a Anggota keluarga belum mampu melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama/kepercayaan yang dianut masing-masing.
b. Makan daging/ikan/telur sebagai lauk paling kurang sekali dalam seminggu.
c. Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.
d. Luas lantai penghuni rumah 8 meter.
e. Anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir.
f. Paling kurang satu anggota keluarga 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan yang tetap.
g. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga yang berumur 10 s.d 60 tahun.
h. Anak usia sekolah (7 s.d 10 tahun) bersekolah.
Keluarga Sejahtera II.
Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indicator pada keluarga pra sejahtera tetapi belum mampu untuk melaksanakan indikator sebagai berikut :
a. Upaya keluarga untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan agama.
b. Keluarga mempunyai tabungan.
c. Makan bersama paling kurang sekali sehari.
d. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
e. Rekreasi bersama.
f. Memperoleh informasi dari TV, Koran, dll.
g. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi.

Pelaksanaan PembangunanKeluarga Sejahtera.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994, pasal 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan keluarga sehajtera melalui pembangunan kualitas keluarga dan keluarga berencana yang dilaksanakan secarah menyeluru dan terpadu oleh pemerintah dan masyaraka. Tujuan yang ingin dicapai tentunya mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera, bertakwa kepada tuhan yang maha esa, sehat, produktif dan memiliki kemampuan untuk membangun disr sendir dan lingkungannya. Adapun pokok-pokok kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan tersebut diantaranya :
a. Pembinaan Ketahanan Fisik Keluarga.
b. Pembinaan Ketahanan Non Fisik Keluarga.
c. Pelayanan Keluarga Berencana.
d. Pendapatan Keluarga.

Filsafat Mengenai Hidup

Seorang tokoh berdarah campuran Prancis - Yahudi, kelahiran prancis,   Hendri Bergson (1859-1941), melahirkan filsafat hidupnya sebagai reaksi atas pandangan materialisme dan parmatisme.Menurut Bergson, hidup adalah suatu tenaga ekplosif yang telah ada sejak awal dunia, yang berkembang dengan melawan penahanan atau penentangan materi (yaitu sesuatu yang lamban yang menentang gerak, dan dipandang oleh akal sebagai materi atau benda). Manakala gerak perkembangan hidup itu digambarkan sebagai gerak keatas, materi adalah gerak kebawah yang menahan gerak ke atas. Dalam perkembangannya sebagai gerak ke atas, hidup mempunyai penahanan gerak ke bawah. Hal ini mengakibatkan hidup terbagi-bagi menjadi arus yang menuju banyak jurusan, yang sebagian ditundukkan oleh menteri, sedangkan sebagian lainnya tetap memiliki cakapannya untuk berbuat scaraa bebas dan dengan terus berjuang keluar dari genggaman menteri.

Bergson meyakini akan adanya evolusi, tapi tidak seperti yang diajarkan Darwin. Evolusi yang mengga,barkan evolusi sebagai perkembangan linear (segaris), yang satu sesudah yang lain dengan manusia sebagai puncaknya. Menurut Bergson,evolusi adalah suatu perkembangan yang mencetakkan, yang meliputi segala kesadaran, segala hidup, segala kenyataan, yang dalam perkembangannya terus menerus menciptakan bentuk baru dan menghasilkan kekayaan baru. Evolusi ini tidak terikat oleh keharusan seprti keharusan yang tersirat dalam hokum sebab akibat mekanis. Evolusi- demikian menurut- Bergson bukan bergerak ke satu arah dibawah dorongan satu semangat hidup yang bersifat umum, tetapi evolusi itu berkembang ke arah bermacam-macam.

Filsafat Hermeneutik

Aliran utama filsafat ketiga pada abad kedua puluh meminjam namanya, dengan alas an yang baik, mengingat sifat mitologis ini. Sebgaiman tugas hermes ialah mengungkapkan makna tersembunyi dari dewa-dewa ke manusia-manusia, filsafat hermeneutik pun berusaha memahami persoalan paling dasar dalam kajian ilmu tentang logika atau filsafat bahasa: bagaimana pemahaman itu sendiri mengambil tempat bilamana kita menafsirkan pesan-pesan ucapan atau tulisan. Filsafat hermeneutic memilik akar yang dalam di kebudayaan barat. Bahkan, Aristoteles sendiri menulis buku berjudul peri hermeneias (tentang interpretasi), walau ini lebih berkenan dengan pertanyaan-pertanyaan dasar logika daripada dengan persoalan yang saat ini kita kaitkan dengan hermeneutika.
Karya pertama yang berusaha secara praktis obyektif menata prinsip-prinsip penafsiran semacam itu adalah introduction to the correct interpretation of reasonable discourses and book (1742), karya Johann Chladenius (1710-1759). Dengan menetapkan hermeneutika sebagai seni pemorelahan pemahaman pembicaraan secara lengkap (entah ucapan entah tulisan), ia mengsulkan tiga prinsip dasar yang harus selalu diikuti:
1.  Pembaca harus menangkap gaya atau “genre” pembicara/penulis;
2. Aturan logika yang tak bisa berubah dari Aristotelian harus digunakan untuk menagkap makna setiap kalimat;
3. “perspektif” atau “sudut pandang” pembicara/penulis harus ditanamkan di dalam benak, terutama ketika membandingkan laporan yang berbeda tentang peristiwa atau pandangan yang sama.

Filsafat Dengan Eksistensinya

Filsafat adalah ilmu yang berasal di zaman Yunani Kuno, itu berarti filsafat adalah ilmu yang sudah lama lahir ke dunia ini. Tetapi di zaman modern, ilmu ini masih sangat eksis diperbincangkan. Filsafat adalah induk dari semua ilmu, yang telah melahirkan ilmu-ilmu khusus seperti matematika, fisika, psikologi dan lain sebagainya. Walaupun ilmu-ilmu khusus itu telah memisahkan diri dari induknya (filsafat), tetapi ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru.
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang kita pelajari sekarang ini sering nampak sukar, karena memang mengandung pandangan-pandangan yang muluk-muluk yang dalam-dalam dan sukar mengerti. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa filsafat  itu lalu tidak ada artinya malahan sebaliknya, karena yang dipersoalkan dalam filsafat itu ialah dari kita sendiri. Karena filsafat membicarakan segala sesuatu mengenai kita sendiri maka filsafat bersifat eksistensial. Filsafat ada lah “eksistensial ” sifatnya, erat hubungannya dengan hidup kita sehari-hari, dengan manusia itu sendiri.
Hidup kita sendiri yang memberikan bahan-bahan untuk direnungkan atau dipikirkan. Filsafat berdasarkan dan berpangkalan pada manusia yang konkrit, pada diri kita yang hidup di dalam dunia dengan segala persoalan-persoalan yang kita hadapi. Apabila dalam filsafat terdapat teori-teori yang muluk-muluk dan sukar maka hal itu sebenarnya bukan maksud dan tujuannya, filsafat hanya ingin menerangkan kenyataan yang konkrit dan real yang kita alami di dunia ini. filsafat itu berbeda-beda dan persoalannya berganti-ganti menurut masa di perkembangkannya.

Esensial Mengenai Pandangan Filsafat

Banyak yang mengira, filsafat adalah ilmu yang bertujuan mencari Tuhan, menerawang sesuatu secara metafisis, dan lain-lain. meskipun itu tidak sepenuhnya salah, namun sebenarnya, esensi filsafat adalah mencari kebenaran. Sejak permulaan peradaban manusia, hakikat manusia adalah menuangkan gagasan, pikiran, dan rumusan (ide) untuk mencari kebenaran, yang digunakan sebagai cara manusia memandang bagaimana hidup yang seharusnya (bertahan hidup).
Namun di zaman modern saat ini, filsafat seringkali mengeritik seperti apa kebenaran itu. Namun, sebenarnya kebenaran sudah dikritik para filsuf dari segala cabang pada zaman klasik. Di zaman Klasik, ada yang memandang kebenaran sebagai suatu fakta yang tak perlu dikritik (absolut), ada yang memandang justru fakta hanya sebuah interpretasi dari berbagai perspektif (relatif) dan kecenderungan kosong (nihil), ada yang memandang kebenaran hanya ilusi dari realita yang sesungguhnya (mistik).
Menurut Harold H. Titus, filsafat adalah suatu usaha memahami alam semesta, maknanya dan nilainya. Apabila tujuan ilmu adalah kontrol, dan tujuan seni adalah kreativitas, kesempurnaan, bentuk keindahan komunikasi dan ekspresi, maka tujuan filsafat adalah pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom).
Dr Oemar A. Hoesin mengatakan bahwa Ilmu memberi kepada kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran. S. Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya bahwa filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran, kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain.
Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah tujuan yang tertinggi dan satu-satunya. Bagi manusia, berfilsafat itu berarti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun kebenaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa esensi filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisik (hakikat keaslian).

Empat Program Filsafat Untuk Anak

Ada empat catatan kritis yang bisa diberikan untuk program filsafat untuk anak. Yang pertama adalah bahaya dari birokratisasi filsafat. Filsafat, pada hakekatnya, adalah pemikiran bebas. Ia mengandalkan spontanitas dan keberanian untuk mengubah pandangan-pandangan lama yang kita pegang. Ketika filsafat dijadikan bagian dari sistem dan masuk ke dalam birokrasi, ada bahaya, bahwa filsafat akan kehilangan ciri spontan, kebebasan dan keberaniannya. Filsafat justru akan menjadi pelayan sistem dan pembenaran bagi kekuasaan yang ada. Sejarah sudah membuktikan, bahwa bahaya semacam ini amat mungkin terjadi. Ketika filsafat masuk ke dalam sistem pendidikan, ia hanya akan berubah menjadi mata pelajaran belaka yang harus dihafal dan diuji, serta kehilangan daya kritisnya. Sistem dan birokrasi bisa melenyapkan roh kritis dan semangat perubahan yang sudah selalu tertanam di dalam filsafat itu sendiri.
Yang kedua adalah pengandaian yang terlalu tinggi tentang seorang guru dari program filsafat untuk anak. Seperti dijelaskan sebelumnya, program ini membutuhkan pengajar yang khusus. Ia tidak hanya memberikan pengetahuan kepada anak, tetapi juga bisa membantu anak untuk berpikir dan menemukan jawabannya sendiri. Berapa banyak guru yang bisa melakukan ini? Inti dari filsafat untuk anak adalah menjalankan metode Sokrates di dalam dialog filosofis dengan anak. Adakah guru yang bisa menjalankan metode Sokrates tersebut secara tepat? Jika program filsafat untuk anak dijalankan, namun mentalitas gurunya masih tradisional, yakni hanya memberikan pengetahuan dan bersikap otoriter, maka seluruh program ini akan menjadi tidak berguna. Ia hanya akan menjadi mata pelajaran biasa yang membebani anak dengan hal-hal yang tak berguna, namun harus dihafal, sekedar untuk lulus ujian.
Yang ketiga adalah pertimbangan mengenai jumlah mata pelajaran yang diberikan kepada anak pada tingkat sekolah dasar. Seperti kita semua tahu, jumlah mata pelajaran yang diberikan pada tingkat ini sudah sangat banyak. Begitu banyak hal harus dipelajari, lalu diuji, guna mendapatkan nilai akademik. Apakah bijaksana, jika filsafat diberikan sebagai mata pelajaran mandiri untuk anak, terutama mengingat begitu banyaknya hal yang sudah harus dipelajari? Bukankah ini akan membuat anak kelelahan, dan akhirnya tidak lagi mampu untuk menikmati proses belajar? Bukankah ini akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya? Dan bukankah materi yang terlalu banyak justru membuat orang tidak belajar apapun? Oleh karena itu, penerapan program filsafat untuk anak harus memperhatikan setidaknya dua prinsip, yakni sederhana dan menyenangkan. Jika program filsafat untuk anak ini sederhana dan menyenangkan, maka ia akan bisa mewujudkan tujuannya menjadi kenyataan. Ia tidak akan menjadi beban untuk anak ataupun para guru yang menjalankannya.
Yang keempat adalah persoalan kultur. Dalam arti ini, kultur dipahami sebagai cara hidup yang bersifat unik pada satu ruang dan waktu tertentu. Filsafat mengandaikan kebebasan, sikap kritis dan kreativitas di dalam berpikir, mengajukan pertanyaan dan memberikan jawaban. Dasar dari semua sikap ini adalah keberanian untuk menantang pandangan-pandangan lama yang mungkin telah ratusan tahun mengakar di dalam suatu masyarakat. Pertanyaannya di titik ini adalah, apakah kultur Indonesia cocok dengan pola berpikir filsafat? Jawaban ya dan tidak dalam konteks ini tampak menyederhanakan masalah. Di satu sisi, kultur harmoni yang kental berkembang di Asia juga memiliki pengaruh besar di Indonesia. Kultur semacam ini akan sulit untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran filosofis yang kritis. Di sisi lain, filsafat juga bukanlah barang asing bagi orang Indonesia. Kultur berdiskusi untuk menemukan jawaban atas suatu masalah sudah selalu merupakan bagian dari cara hidup orang Indonesia. Pola semacam ini adalah tempat yang subur untuk pemikiran-pemikiran filosofis yang kritis. Tegangan antara kultur setempat dengan pola berpikir filosofis yang berkembang di Eropa dan Amerika ini perlu untuk terus ditanggapi secara kritis.

Kematian Berdampak Masalah?

Jika seseorang yang kita sayangi seperti orang tua, kakak, adik dan anggota keluarga lainnya meninggal (mengalami kematian), otomatis kita merasa kehilangan, dan merasakan kesedihan dan juga merasakan ketakutan. Kematian memang suatu hal yang tidak bisa ditebak. Ia datang secara tiba-tiba merusak harmoni di dalam keluarga dan di dalam hubungan antar manusia, Inilah alasan, mengapa kematian menjadi suatu “masalah”.
Tidak ada dunia setelah kematian. Yang ada adalah kekosongan, karena energi berpindah menjadi sesuatu yang lain. kita tak mungkin bisa memastikan, apa yang terjadi setelah kematian. Karena itulah kematian menciptakan rasa takut. Namun, jika diteliti lebih dalam, seperti dinyatakan oleh Budi Hardiman, yang menakutkan bukanlah kematian, melainkan mati, yaitu proses menuju kematian. seseorang pada dasarnya, tidak takut akan kematian. Namun, semua orang bahkan para penganut agama yang merindukan surga, tidak mau menjalani proses menuju kematian. Proses tersebut memang kerap kali tragis, seperti kecelakaan berdarah, penyakit yang menyiksa dan sebagainya.
Bagi keluarga yang ditinggalkan, kematian meninggalkan luka dalam di hati. Luka yang timbul dari kematian menimbulkan suatu kesedihan pada keluarga atau saudara yang ditinggalkan. Pada beberapa peristiwa yang ekstrem, kematian satu orang bisa mendorong kematian orang lainnya, persis karena kehilangan atau rasa tidak terima yang dirasakannya.
Salah satu pertanyaan penting dalam hidup manusia adalah, apa yang terjadi setelah kematian? Ini pertanyaan yang amat penting. Di berbagai peradaban dunia, kita bisa dengan mudah menemukan adanya konsep tentang hidup sesudah mati. Setelah kematian, orang akan memasuki alam berikutnya. Di sana, jika ia menjalani hidup yang baik, ia akan mendapatkan kebahagiaan. Jika hidupnya jahat, maka ia harus menjalani hukuman. Inilah pola yang cukup universal, yang dapat ditemukan di berbagai cerita mitologis di hampir semua peradaban dunia. Pandangan ini kemudian dilanjutkan oleh agama-agama dunia dengan konsep surga dan neraka. Orang baik akan masuk surga, dan menemukan kebahagiaan abadi disana. Sementara, orang jahat akan masuk neraka, serta mengalami hukuman berat disana.
Argumen yang dianggap masuk akal mengenai hidup dan mati adalah, bahwa kehidupan itu adalah energi, dan energi itu abadi. Ia hanya berpidah tempat. Maka, setelah orang mati, energinya akan kembali ke alam, dan menjadi sesuatu yang lain. Semua pandangan mengenai kehidupan setelah kematian hanya bisa berperan sebagai kemungkinan, namun bukan kebenaran.
Apakah kematian menjadi suatu masalah atau tidak? menurut penulis bergantung pada masing-masing orang dalam memahaminya. Penulis sendiri memahami Kematian sebagai suatu kejadian yang dapat kita ambil hikmahnya yaitu sifat ikhlas, sabar dan sebagainya. Selain itu Penulis juga memahami Kematian sebagai suatu proses perubahan, baik perubahan keadaan, maupun perubahan jiwa manusia itu sendiri, dimana dengan perubahan tersebut kita dapat mengetahui bagaimana cara kita menjalani hidup setelah kita ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi.

Definisi Filsafat Bahasa

Filsafat bahasa adalah ilmu gabungan antara linguistik dan filsafat. Ilmu ini menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik. Filsafat bahasa dibagi menjadi filsafat bahasa ideal dan filsafat bahasa sehari-hari. Kinayati Djojosuroto (2007 : 452) menambahkan bahwa filsafat bahasa merupakan bidang filsafat khusus yang membahas tentang hakikat bahasa, unsur-unsur pembentuk bahasa, hubungan bahasa dengan pikiran manusia, hakikat bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kaitannya dengan kehidupan manusia.
Filsafat bahasa ialah teori tentang bahasa yang berhasil dikemukakan oleh para filsuf, sementara mereka itu dalam perjalanan memahami pengetahuan konseptual. Filsafat bahasa ialah usaha para filsuf memahami conceptual knowledge melalui pemahaman terhadap bahasa.
Dalam rangka mencari pemahaman ini, para filsuf telah juga mencoba mendalami hal-hal lain, misalnya fisika, matematika, seni, sejarah, dan lain-lain. Cara bagaimana pengetahuan itu diekspresikan dan dikomunikasikan di dalam bahasa, di dalam fisika, matematika dan lain-lain itu diyakini oleh para filsuf berhubungan erat dengan hakikat pengetahuan atau dengan pengetahuan konseptual itu sendiri. Jadi, dengan meneliti berbagai cabang ilmu itu, termasuk bahasa, para filsuf berharap dapat membuat filsafat tentang pengetahuan manusia pada umumnya.
Letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan linguistik adalah linguistik bertujuan mendapatkan kejelasan tentang bahasa. Linguistik mencari hakikat bahasa. Jadi, para sarjana bahasa menganggap bahwa kejelasan tentang hakikat bahasa itulah tujuan akhir kegiatannya, sedangkan filsafat bahasa mencari hakikat ilmu pengetahuan atau hakikat pengetahuan konseptual. Dalam usahanya mencari hakikat pengetahuan konseptual itu, para filsuf mempelajari bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek sementara agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual itu.
Filsafat bahasa merupakan (1) kumpulan hasil pikiran para filosof mengenai hahikat bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu, (2) metode berpikir secara mendalam (radik), logis, dan universal mengenai hakikat bahasa. Filsafat bahasa bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, filsafat bahasa dilihat sebagai ilmu dan kedua, filsafat bahasa dilihat sebagai suatu metode. Jika dilihat sebagai ilmu, filsafat bahasa mengacu pada kumpulan hasil pikiran para filsof mengenai bahasa yang disusun secara sistematis untuk dipelajari dengan menggunakan metode tertentu. Jika dilihat sebagai metode berpikir, filsafat bahasa mengacu pada metode berpikir secara mendalam, logis, dan universal mengenai hakikat bahasa (Hidayat, 2009 : 13)

Filsafat Bagi Manusia

Filsafat mampu memberikan pemahaman yang menyeluruh (general) terhadap suatu wujud (ontologi) sekaligus memberikan konsep kebenaran (justifikasi) sekaligus memberikan konsep kebenaran. Filsafat mampu memberikan kepuasan bagi filsuf/seseorang karena kemampuannya dalam menggambarkan problem kehidupan yang sedang dan akan dihadapi sesuai dengan leluasan pemahamannya.  Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu kenikmatan yang luar biasa dan kebahagiaan yang paling berharga. Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan pijakan untuk merubah dunia. Karl Marx mengatakan filsafat tidak hanya menjelaskan pada dunia (interferd the world) melainkan juga merubahnya.
Poblematika Filsafat
Secara umum problematika filsafat terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
    Ontologi, yaitu mengkaji hakikat segala sesuatu, dan terbagi atas 2 yaitu:
      Kualitas
-   Monisme berasal dari satu unsur (mono=satu). Thales dari air. Anaximandros dari apairon. Anaximenes dari udara. Democritos dari tanah.
-   Dualisme, yang mengatakan alam semesta terdiri dari dua unsur yaitu materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras dan Aristoteles.
-   Pluralisme, alam semesta terdiri dari empat unsur, air, angina, api, tanah. Tokohnya Empedokles, dan Leukippos.
   Kualitas
Pandangan ini membicarakan bagaimana alam berproses, dalam kaitannya muncul 4 teori yaitu sebagai berikut:
- Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala sesuatu berproses secara mekanik.
- Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam raya berproses menuju suatu tujuan, yaitu Tuhan.
- Determinisme, kejadian di alam ini berproses melalui suatu ketentuan yang telah itetapkan sebelumnya, baik oleh hokum alam maupun oleh Tuhan.
- Indeterminisme, segala kejadian di alam ini berlangsung secara bebas, tanpa kendali tertentu dari Tuhan atau kekuatannya.

Filsafat Matematika dan Hakekat Matematika

Filsafat Matematika
Filsafat matematika adalah cabang ilmu filsafat yang bertujuan untuk merefleksikan, dan menjelaskan hakekat matematika. Hal ini merupakan kasus khas dari kegunaan epistemologi yang bertujuan menjelaskan pengetahuan manusia secara umum. Filsafat matematika mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa dasar dari pengetahuan matematika? Apa hakekat kebenaran matematika? Apa yang mencirikan matematika? Apa pembenaran kebenaran matematika? Mengapa kebenaran matematika dianggap sebagai kebenaran yang mendasar?
Filsafat matematika pada dasarnya adalah pemikiran reflektif terhadap matematika. Matematika menjadi ilmu pokok soal yang dipertimbangkan secara cermat dan penuh perhatian. Pemikiran filsafati juga bersifat reflektif dalam arti menengok sendiri untuk memahami bekerjannya budi itu sendiri. Ciri relektif yang denikian itu ditekankan oleh para filsuf Inggris R.G. Collingwood yang menyatakan “Philosophy is reflective”. The philosophizing mind never simply thinks about an object; it always, while thinking about any object, think also about its own thought about than object.” (Filsafat bersifat reflektif. Budi yang berfilsafat tidaklah semata-mata berpikir tentang suatu obyek, budi itu senantiasa berpikir juga berpikir tentang pemikirannya sendiri tentang obyek itu). Jadi budi manusia yang diarahkan untuk menelaah obyek-obyek tertentu sehingga melahirkan matematika kemudian juga memantul berpikir tentang matematika sehingga membutuhkan filsafat matematika agar memperoleh pemahaman apa dan bagaimana sesungguhnya matematika itu.
Di antara ahli-ahli matematika dan para filsuf tidak tampak kesatuan pendapat mengenai apa filsafat matematika itu. Sebagai sekedar contoh dapatlah dikutipkan dari perumusan-perumusan dari 2 buku matematika dan 2 buku filsafat yang berikut:
1) Suatu filsafat matematika dapatlah dilukiskan sebagai suatu sudut pandangan yang dari situ pelbagai bagian dan kepingan matematika dapat disusun dan dipersatuja berdasarkan beberapa asas dasar.
2) Secara khusus suatu filsafat matematika pada dasarnya sama dengan suatu percobaan penyusunan kembali yang dengannya kumpulan pengetahuan matematika yang kacau balau yang terhimpun selama berabad-abad diberi suatu makna atau ketertiban tertentu.
3) Penelaah tentang konsep-konsep dari pembenaran terhadap asas-asas yang dipergunakan dalam matematika
4) Penelaah tentang konsep-konsep dan sistem-sistem yang terdapat dalam matematika, dan mengenai pembenaran terhadap pernyataan-pernyataan berikut.
Dua pendapat yang pertama dari ahli – ahli matematika menitik beratkan filsafat matematika, sebagai usaha menyusun dan menertibkan bagian – bagian dari pengetahuan matematika yang selama ini terus berkembang biak. Sedang 2 definisi berikutnya dari ahli filsafat merumuskan filsafat matematika sebagai studi tentang konsep-konsep dalam matematika dan pembenaran terhadap asas atau pembenaran matematika.
Menurut pendapat filsuf Belanda Evert Beth di sampingnya matematika sendiri dan filsafat umum harus pula dibedakan adanya 2 bidang pemikiran lainya, yakni filsafat matematika dalam arti yang lebih luas (philosophy of mathematics in a broader sense) dan penelitian mengenai landasan matematika (foundation mathematics). Landasan matematika kadang-kadang disamakan pengertiannya dengan filsafat matematika. Tetapi sesungguhnya landasan matematika merupakan bidang pengetahuan yang palling sempit dari bidang filsafat matematika. Foundation of mathematics khususnya bersangkut paut dengan konsep-konsep asas foundamental (fundamental concepts and principles) yang mempergunakan dalam matematika. Dengan demikian kedua definisi philosophy of mathematics dari kamus-kamus filsafat tersebut diatas lebih merupakan batasan pengertian matematika. Charles Parsons dalam The Encyclopedia of Philosophy menegaskan:
Penelitian landasan senantiasa bersangkutan dengan masalah tentang pembenaran terhadap pernyataan-pernyataan dan asas-asas matematika, dengan pemahaman mengapa proporsisi-proporsisi tertentu yang jelas sendirinya adalah demikian, dengan pemberian pembenaran terhadap asas-asas yang telah diterima tampaknya tidak sendirinya begitu jelas, dan dengan penemuan dan penanggalan asas-asas yang tak terbebankan.)
Peran filsafat matematika adalah untuk menunjukkan dasar yang sistematis dan benar-benar aman untuk pengetahuan matematika, diperuntukkan  untuk kebenaran matematika.
            Asumsi ini adalah dasar dari foundationism, doktrin bahwa fungsi dari filsafat  matematika adalah untuk menunjukkan dasar pengetahuan matematika. Foundationism terikat dengan pandangan absolutis pengetahuan matematika, karena menganggap tugas pembenaran pandangan ini menjadi tujuan utama filsafat matematika.

Hakikat Pengetahuan Matematika
Secara tradisional, matematika telah dipandang sebagai paradigma pengetahuan tertentu. Euclid mendirikan sebuah struktur logis yang megah hampir 2.500 tahun lalu dalam Elements, yang sampai akhir abad kesembilan belas diambil sebagai paradigma untuk mendirikan kebenaran dan kepastian. Newton menggunakan bentuk Elemen di dalam bukunya Principia, dan Spinoza dalam Etika, untuk memperkuat klaim mereka atas penjelasan kebenaran sistematis. Dengan demikian matematika telah lama diambil sebagai sumber pengetahuan yang paling tertentu yang dikenal bagi umat manusia.
Sebelum menyelidiki sifat pengetahuan matematika, pertama-tama perlu untuk mempertimbangkan sifat pengetahuan pada umumnya. Jadi kita mulai dengan bertanya, apakah pengetahuan? Pertanyaan tentang apa yang merupakan pengetahuan inti dari filsafat, dan pengetahuan matematika memainkan suatu peranan penting. Jawaban filsafat standar untuk pertanyaan ini adalah bahwa pengetahuan adalah keyakinan yang dibenarkan. Lebih tepatnya, bahwa pengetahuan awalnya terdiri dari dalil yang dapat diterima (yaitu, percaya), asalkan ada alasan yang memadai untuk menegaskannya. (Sheffler, 1965; Chisholm, 1966; Woozley, 1949).
            Pengetahuan diklasifikasikan atas dasar alasan untuk pernyataan tersebut. Pengetahuan apriori terdiri dari dalil yang ditegaskan berdasarkan pemikiran  sendiri, tanpa jalan lain untuk pengamatan dunia. Berikut alasan penggunaan logika deduktif dan makna istilah, biasanya dapat ditemukan dalam definisi. Sebaliknya, empiris atau pengetahuan posteriori terdiri dari dalil menegaskan berdasarkan pengalaman, yaitu, berdasarkan pengamatan dunia (Woozley, 1949).
            Bukti dari dalil matematika adalah rentetan yang terbatas dari pernyataan akhir pada dalil, yang memenuhi sifat berikut. Setiap pernyataan merupakan aksioma diambil dari seperangkat aksioma sebelumnya, atau diturunkan dengan aturan kesimpulan dari satu atau lebih pernyataan yang terjadi sebelumnya dalam urutan. Istilah 'sekumpulan aksioma' dipahami secara luas, untuk memasukkan apa pun pernyataan diterima menjadi bukti tanpa demonstrasi, termasuk aksioma, dalil-dalil dan definisi.

Pandangan Absolutis Pengetahuan Matematika
Pandangan absolutis pengetahuan matematika adalah bahwa hal itu terdiri dari kebenaran tertentu dan tak tertandingi. Menurut pandangan ini, pengetahuan matematika terdiri dari kebenaran absolut, dan mewakili ranah pengetahuan tertentu yang unik, terpisah dari logika dan pernyataan benar berdasarkan arti istilah, seperti 'Semua bujangan belum menikah'. Banyak filsuf, baik modern dan tradisional, memiliki pandangan absolutis pengetahuan matematika. Jadi menurut Hempel:
validitas matematika berasal dari ketentuan yang menentukan arti dari konsep-konsep matematika, dan bahwa proposisi matematika karena itu pada dasarnya 'benar menurutdefinisi'.
            Dalam pemikiran absolut, dinyatakan bahwa Mathematics is the one and perhaps the only realm of certain, unquestionable and objective knowledge  yang maksudnya adalah Matematika adalah suatu kemungkinan dan kenyataan yang tak terbantahkan dan merupakan ilmu pengetahuan yang objektif. Sedangkan secara fallibilis, Mathematica truth is corrigible, and can never regarded as being above revision and correction, yang maksudnya adalah  kebenaran Matematika dapat dibenarkan dan tidak pernah bisa ditentang, diperbaiki maupun dikoreksi. Sehingga The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Filsafat Matematika menyatakan bahwa Filsafat Matematika merupakan sudut pandang yang menyusun dan mempersatukan berbagai bagian  dan kepingan Matematika berdasarkan beberapa asas dasar.
            Metode deduktif memberikan surat perintah untuk penegasan matematika pengetahuan. Dasar-dasar untuk mengklaim bahwa matematika (dan logika) menyediakan mutlak pengetahuan tertentu, yang adalah kebenaran, karena itu sebagai berikut. Pertama-tama, dasar laporan digunakan dalam bukti yang dianggap benar. Aksioma matematika dianggap benar, untuk tujuan mengembangkan sistem yang sedang dipertimbangkan, definisi matematika adalah benar dengan fiat, dan aksioma logis diterima sebagai benar. Kedua, aturan logika ofinference melestarikan kebenaran, adalah mereka memungkinkan apa-apa selain kebenaran yang disimpulkan dari kebenaran. Berdasarkan kedua fakta, setiap pernyataan dalam bukti deduktif, termasuk kesimpulannya, adalah benar. Jadi, karena teorema matematika semua dibentuk dengan cara bukti deduktif, mereka semua kebenaran tertentu. Ini merupakan dasar dari klaim banyak filsuf bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran tertentu.
            Pandangan absolutis pengetahuan matematika didasarkan pada dua jenis asumsi: orang matematika, tentang asumsi aksioma dan definisi, dan orang-orang logika tentang asumsi aksioma, aturan inferensi dan bahasa formal dan sintaks. Ini adalah lokal atau microassumptions. Ada juga kemungkinan asumsi makro-global atau, seperti aswhether cukup deduksi logis untuk membuat semua kebenaran matematika. Saya kemudian akan menyatakan bahwa masing-masing asumsi melemahkan klaim kepastian untuk pengetahuan matematika. Pandangan absolutis pengetahuan matematika mengalami masalah pada awal abad kedua puluh ketika sejumlah antinomi dan kontradiksi berasal dalam matematika (Kline, 1980; Kneebone, 1963; Wilder, 1965). Dalam serangkaian publikasi Gottlob Frege (1879, 1893) yang didirikan oleh jauh formulasi paling ketat logika matematika yang dikenal pada waktu itu, sebagai dasar untuk pengetahuan matematika. Russell (1902), bagaimanapun, mampu menunjukkan bahwa sistem Frege tidak konsisten. Masalahnya terletak pada Hukum Kelima Dasar Frege, yang memungkinkan menetapkan yang akan dibuat dari perpanjangan konsep apapun, dan untuk konsep atau properti yang akan diterapkan untuk mengatur (Furth, 1964). Russell diproduksi terkenal paradoks nya dengan mendefinisikan properti dari 'tidak unsur itu sendiri. Hukum Frege memungkinkan perpanjangan properti ini dianggap sebagai satu set. Tapi kemudian set ini adalah elemen dari dirinya sendiri jika, dan hanya jika, tidak, kontradiksi. Hukum Frege tidak dapat dijatuhkan tanpa serius melemahkan sistem nya, namun itu tidak bisa dipertahankan.
        Kontradiksi lain juga muncul dalam teori set dan teori fungsi. Temuan tersebut, tentu saja, implikasi besar bagi pandangan absolutis pengetahuan matematika. Karena jika matematika yang pasti, dan semua teorema yang yakin, bagaimana bisa kontradiksi (yaitu, dusta) berada di antara teorema nya? Karena tidak ada kesalahan tentang penampilan kontradiksi-kontradiksi ini, pasti ada yang salah dalam dasar matematika. Hasil dari krisis ini adalah pengembangan dari sejumlah sekolah dalam filsafat matematika yang bertujuan adalah untuk menjelaskan sifat pengetahuan dan matematika untuk membangun kembali kepastian.

Aliran matematika
Ada tiga aliran yang digunakan sebagai acuan berpikir, yaitu: logicism, formalisme dan Intuisionisme. Aliran pemikiran ini tidak sepenuhnya dikembangkan sampai abad kedua puluh, tapi Korner (1960) menunjukkan bahwa akar filosofis mereka dapat ditelusuri kembali setidaknya sejauh Leibniz dan Kant.
A.    Logisme
Logisme memandang bahwa Matematika sebagai bagian dari logika. Pernyataan ini dikemukakan oleh G. Leibniz. Dua pernyataan penting yang dikemukakan di dalam aliran ini, yaitu:
a.  Semua konsep matematika secara mutlak dapat disederhanakan pada konsep logika
b. Semua kebenaran matematika dapat dibuktikan dari aksioma dan aturan melalui penarikan kesimpulan secara logika semata.
Tujuan dari tuntutan ini jelas. Jika semua matematika dapat diekspresikan dalam teorema logika murni dan dibuktikan dari prinsip-prinsip logika sendiri, kemudian kepastian dari ilmu matematika dapat dikurangi untuk dan dari logika itu. Logika disadari untuk menyediakan sebuah dasar yang pasti atas kebenaran, sebagian dari ambisi yang berlebihan mencoba untuk menyampaikan logika, seperti hukum Frege yang kelima. Dengan demikian jika membantu, program logika akan menyediakan dasar logika yang pasti untuk pengetahuan matematika, melahirkan kembali kepastian yang mutlak dalam matematika
Whitehead dan Russel (1910-13) mampu membangun yang pertama dari dua tuntutan melalui arti dari defenisi berantai. Bagaimanapun logika dibangun pada tuntutan yang kedua. Matematika meminta aksioma non logika seperti aksioma tidak terbatas (himpunan semua bilangan asli adalah tidak terbatas). Dan aksioma pilihan(hasil cartesian dari himpunan kosong adalah himpunan kosong itu sendiri). Russel mengekspresikannya pada dirinya sendiri sebagai pengikut.
            Tetapi walaupun semua dalil  logika (atau matematika) dapat diekspresikan seluruhnya dalam teorema dari logika konstanta bersama dengan variable, itu bukanlah masalah bahwa, sebaliknya, semua dalil itu dapat diekspresikan dalam cara logika ini. kita telah menemukan sejauh kepentingan tetapi bukan sebuah standar yang perlu dari dalil matematika. Kita perlu menentukan karakter dari ide kuno dalam teorema yang mana semua ide dalam matematika dapat ditentukan. Tetapi bukanlah dalil kuno dari semua dalil dalam matematika dapat dibuktikan secara deduktif. Ini adalah sebuah masalah yang lebih sulit, yang mana belum diketahui apa jawaban seutuhnya.
Keberatan yang kedua, yang terlepas dari validitas dari dua tuntutan logicit, yang merupakan alasan utama untuk menolak formalisme. Ini adalah teorema ketidaklengkapan Godel, yang menetapkan bahwa pembuktian deduktif cukup untuk menunjukkan semua kebeanaran matematika. Oleh karena itu pengurangan kesuksesan dari aksioma matematika untuk logika masih tidak akan cukup untuk derivasi dari semua kebenaran matematika.       
Keberatan yang ketiga yang mungkin menyangkut kepastian dan keandalan yang mendasari logika. Hal ini tergantung pada keterujian dan pendapat, asumsi yang dibenarkan.
            Dengan demikian program logika mengurangi kepastian pengetahuan matematika untuk itu logika gagal dalam prinsip. Logika tidak menyediakan dasar yang pasti untuk pengetahuan matematika.
B. Formalisme
Dalam istilah populer, formalisme merupakan pandangan bahwa sebuah permainan formal yang tidak berarti yang dimainkan dengan tanda-tanda diatas kertas, mengikuti aturan-aturan.
Jejak filsafat dari formalis matematika dapat ditemukan dalam tulisan – tulisan Uskup Berkeley, tetapi pendukung utama formalisme adalah David Hilbert (1925), awalnya J. Von Neumann (1931) dan H. Curry (1951). Program formalis Hilbert bertujuan untuk menerjemahkan matematika kedalam sistem tafsiran formal. Dengan arti yang terbatas tetapi bermakna sistem formal  metamatematika terbukti memadai untuk matematika, dengan menurunkan keformalan dari semua kebenaran matematika, dan aman untuk matematika melalui bukti yang konsisten.
 Menurut Ernest (1991) formalis memiliki dua tesis, yaitu
1. Matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sembarangan, kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal.
2. Keamanan dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan terbebasnya dari ketidak konsistenan.
Kekuranglengkapan teorema Kurt Godel (Godel, 1931) menunjukkan bahwa program tidak bisa dipenuhi. Teorema yang pertama menunjukkan bahwa tidak semua kebenaran aritmatika dapat diturunkan dari aksioma Peano ( atau beberapa himpunan aksioma yang lebih rekursif luas).
Hasil pembuktian-teori ini sejak itu sudah dicontohkan dalam matematika oleh Paris dan Harrington, yang merupakan teorema versi Ramsey benar tetapi tidak dapat dibuktikan dalam aritmatika Peano (Barwise, 1977). Ketidaklengkapan teorema yang kedua menunjukkan bahwa dalam kasus konsistensi yang diinginkan membuktikan sebuah meta-matematika lebih kuat daripada sistem yang akan dijaga, yang mana jadinya tidak terjaga samasekali. Misalnya, untuk membuktikan konsistensi aritmatika Peano mengharuskan semua aksioma sistem itu dan selanjutnya asumsi, seperti sistem induksi transfinite atas nomor urutan hitung (Gentzen, 1936)
Program formalis, seandainya berhasil, akan memberikan dukungan untuk sebuah pandangan kebenaran absolut matematika. Untuk bukti formal berbasis dalam konsistensi sistem matematika formalakan memberikan ujian untuk kebenaran matematika. Namun, dapat dilihat bahwa dalam  kedua tuntutan formalisme telah disangkal. Tidak semua kebenaran matematika dapat dipresentasikan sebagai teorema dalam sistem formal, dan selanjtunya sistem itu sendiri tidak dapat dijamin kebenarannya.
C.Intuisionisme
Intuisionisme seperti L.E.J. Brouwer (1882-1966), berpendapat bahwa matematika suatu kreasi akal budi manusia. Bilangan, seperti cerita bohong adalah hanya entitas mental, tidak akan ada apabila tidak ada akal budi manusia memikirkannya. Selanjutnya intuisionis menyatakan bahwa obyek segala sesuatu termasuk matematika, keberadaannya hanya terdapat pada pikiran kita, sedangkan secara eksternal dianggap tidak ada. Kebenaran pernyataan p tidak diperoleh melalui kaitan dengan obyek realitas, oleh karena itu intusionisme tidak menerima kebenaran logika bahwa yang benar itu p atau bukan p (Anglin, 1994). Intuisionisme mengaku memberikan suatu dasar untuk kebenaran matematika menurut versinya, dengan menurunkannya (secara mental) dari aksima-aksioma intuitif tertentu, penggunaan intuitif merupakan metode yang aman dalam pembuktian. Pandangan ini berdasarkan pengetahuan yang eksklusifpada keyakinan yang subyektif. Tetapi kebenaran absolut (yang diakui diberikan intusionisme) tidak dapat didasarkan pada padangan yang subyektif semata (Ernest, 1991). Ada berbagai macam keberatan terhadap intusionisme, antara lain; (1) intusionisme tidak dapat mempertanggung jawabkan bahwa obyek matematika bebas, jika tidak ada manusia apakah 2 + 2 masih tetap 4; (2) matematisi intusionisme adalah manusi timpang yang buruk dengan menolak hukum logika p atau bukan p dan mengingkari ketakhinggaan, bahwa mereka hanya memiliki sedikit pecahan pada matematika masa kini. Intusionisme, menjawab keberata tersebut seperti berikut; tidak ada dapat diperbuat untuk manusia untuk mencoba membayangkansuatu dunia tanpa manusia; (2) Lebih baik memiliki sejumlah sejumlah kecil matematika yang kokoh dan ajeg dari pada memiliki sejumlah besar matematika yang kebanyakan omong kosong (Anglin, 1994).