Periode yang Disebut "Zaman
Modern"
Kapankah hari kelahiran sebuah
periode yang disebut 'zaman modern'? Istilah 'modern' berasal dari kata Latin
'moderna' yang artinya 'sekarang', 'baru' atau 'saat kini' (Jerman: Jetztzeit).
Atas dasar pengertian asli ini kita bisa mengatakan bahwa manusia senantiasa
hidup di zaman 'modern', sejauh kekinian menjadi kesadarannya. Banyak ahli
sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500 adalah hari kelahiran zaman modern
di Eropa. Sejak itu, kesadaran waktu akan keyakinan muncul di mana-mana. Lalu,
pernyataan ini tidak menyiratkan bahwa sebelumnya orang tidak hidup di masa
kini. Lebih tepat mengatakan bahwa sebelumnya orang kurang menyadari bahwa
manusia bisa mengadakan perubahan-perubahan yang secara kualitatif Baru. Oleh
karena itu 'modernitas' bukan hanya menunjuk pada periode, melainkan juga suatu
bentuk kesadaran yang terkait dengan kebaruan (Inggris: newness). Karena itu,
istilah perubahan, kemajuan, revolusi, pertumbuhan adalah istilah-istilah kunci
kesadaran modern. Pemahaman tentang modernitas sebagai suatu bentuk kesadaran
itu lebih mendasar daripada pemahaman-pemahaman yang bersifat sosiologis
ataupun ekonomis. Dalam pemahaman pemahaman terakhir ini orang menunjuk
tumbuhnya sains, teknik dan ekonomi kapitalistis sebagai ciri-ciri masyarakat
modern. Berbeda dari pemahaman-pemahaman sosiologis dan ekonomis, pemahaman
kita di sini bersifat epistemologis: Yang kita minati bukan perubahan
institusional sebuah masyarakat, melainkan perubahan bentuk-bentuk kesadaran atau
pola-pola berpikirnya.
Sebagai bentuk kesadaran, modernitas
dicirikan oleh tiga hal, yaitu: subjektivitas, kritik, dan kemajuan. Dengan
subjektivitas dimaksudkan bahwa manusia menyadari dirinya sebagai subjectum,
yaitu sebagai pusat realitas yang menjadi ukuran segala sesuatu. Ilustrasi
berikut mungkin dapat memperjelas konteks lahirnya subjektivitas modern. Dalam
karyanya yang termasyhur Die Cultur der Renaissance in Italien (Kebudayaan
Renaisans di Italia, 1859) sejarawan Swiss, Jacob Burckhardt, menjelaskan
bagaimana manusia dalam masyarakat abaci pertengahan lebih mengenali dirinya
sebagai ras, rakyat, partai, keluarga atau kolektif Lewat modernisasi yang
dimulai di Italia di zaman Renaisans manusia lebih menyadari dirinya sebagai
individu. "Menjelang akhir abad ke- 13", tulisnya," sekonyong
konyong Italia dipenuhi oleh pribadi-pribadi; penghalang individualisme telah
dibobol; ribuan wajah individual menspesialisasikan dirinya tanpa batas."
Kemajuan ekonomi dan terutama seni di Italia sangat besar andilnya dalam
peningkatan kesadaran akan subjektivitas ini. Di dalam filsafat kita mendengar
pernyataan Descartes yang sangat termasyhur, cogito ergo sum (saya berpikir
maka saya ada). Pernyataan itu adalah formulasi pada kesadaran zaman modern
yang terus dipertahankan bahkan sampai abad ke-20 ini bahwa manusia (individu)
bisa mengetahui kenyataan dengan rasionya sendiri. Di abad ke-19, Marx, dengan
ilham dari Hegel, menegaskan bahwa manusia adalah subjek sejarah (Jerman:
Subjekt der Geschichte), yaitu bahwa manusia tidak hanyut dipermainkan waktu,
melainkan perancang sejarahnya sendiri. Dengan demikian subjektivitas dipahami
dalam matra historisnya.
Elemen selanjutnya adalah kritik.
Kritik sudah implisit dalam pengertian subjekivitas itu, sejauh dihadapkan
dengan otoritas. Dengan kritik dimaksudkan bahwa rasio tidak hanya menjadi
sumber pengetahuan, melainkan juga menjadi kemampuan praktis untuk membebaskan
individu dari wewenang tradisi atau untuk menghancurkan prasangka-prasangka
yang menyesatkan. Di zaman Pencerahan, Kant merumuskan kritik sebagai
keberanian untuk berpikir sendiri di luar tuntunan tradisi atau otoritas. Dia
sendiri mengatakan "terbangun dari tidur dogmatis", yaitu: kemampuan
kritis rasio membuatnya bebas dari prasangkaprasangka pemikiran tradisional.
Subjektivitas dan kritik pada gilirannya mengandaikan keyakinan akan kemajuan
(Inggris: progress). Dengan kemajuan dimaksudkan bahwa manusia menyadari waktu
sebagai sumber langka yang tak terulangi. Waktu dialami sebagai rangkaian peristiwa
yang mengarah pada satu tujuan yang dituju oleh subjektivitas dan kritik itu.
Filsafat abad modern pada pokoknya
ada 3 aliran:
1. Aliran Rasionalisnze dengan tokohnya
Rene Descartes (1596 -1650 M).
2. Aliran Empirisme dengan tokohnya
Francis Bacon (1210-1292 M).
3. Aliran Kristicisme dengan tokohnya
Immanuel Kant (1724-1804M).
1.
Rasionalisme
Descartes di samping tokoh
Rasionalisme juga dianggap sebagai bapak aliran filsafat Modern. Ia tidak puas
dengan filsafat Scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan, dan
tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tak ada metoda berpikir yang pasti.
Descartes mengemukakan metoda barn yaitu metoda keragu-raguan. Jika orang
ragu-ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia ada sedang
berpikir. Sebab yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas terang benderang.
Cogito Ergo Sum saya berpikir maka jelaslah bahwa saya ada.
Adapun sumber kebenaran ialah rasio.
Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Yang benar
hanyalah tindakan akal yang terang-benderana yang disebutnya Idaes Claires et
Distincte.s' (pikiran yang terang-benderang dan terpilah-pilah. Idea
terang,-benderang ini pemberian Tuhan sebelum orang dilahirkan (idea innatae =
ide bawaan).
Karena rasio saja yang dianggap
sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme. Adapun
pengetahuan indera dianggap sering menyesatkan.
Penganut aliran Rasionalisme yang
lain di antaranya yang terutama: Blaise Pascal (1623 — 1662 M), Nicole
Malehranche (1678-1718M), Spinoza (1632-1677M) dan Leibniz (1646-1716 M).
2.
Empiris
Bertentangan dengan Rasionalisme yang
berpendirian bahwa sumber pengenalan/pengetahuan adalah rasio, sehingga
pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang kabur saja, aliran Empirisme
berpendapat bahwa pengetahuan bersumber dari pengalaman, sehingga pengenalan
inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.
Francus Bacon (1210-1292 M)
berpendapat: pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang
melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. pengiaman merupakan sumber
pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata
Bacon selanjutnya: Kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metoda deduktif.
Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Itu tidak benar. Haruslah kita sekarang
memperhatikan yang konkrit, mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan.
Thomas Hobbes (1588 — 1679 M)
berpendapat: Pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya
sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran.
pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data
inderawi belaka.
Pengikut aliran Empirisme yang lain
di antaranya: John Locke (1632-1704 M), David Hume (1711 — 1776 M), Gorge
Berkeley (1665 — 1753 M).
3.
Kriticisme
Pendirian aliran Rasionalisme dan
Empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa rasiolah
sumber pengenalan atau pengetahuan, sedang Empirisme sebaliknya berpendirian
bahwa pengalamanlah yang_ menjadi sumber tersebut.
Immanuel Kant (1724-1804 M) berusaha
mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakam
Kristicisme (aliran yang kritis). Untuk itulah ia menulis tiga bukunya
berjudul, Kritik der Reinen Vernunnft (kritik atas rasio murni), Kritik der
Urteilskraft (kritik atas daya pertimbangan).
Menurut Kant,.dalam pengenalan inderawi
selalu sudah ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya
berakar dalam strutur subyek sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari
subyek yang Mengindera, tetapi realitas (das dine an sich = benda dalam
dirinya) tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-gejala yang
merupakan sintesa antara hal-hal yang datang dari luar (aposteriori) dengan
bentuk ruang dan waktu (apriori).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar